Syamsuddin Alimsyah. (ilustrasi/aktual.com)
Syamsuddin Alimsyah. (ilustrasi/aktual.com)
Jakarta, Aktual.com – Koordinator Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, mengkritik keras rencana Pimpinan DPR membuat Sekolah Parlemen sebagai jawaban atas rendahnya kinerja anggota DPR selama ini.
KOPEL menilai langkah tersebut sebagai kebijakan yang keliru dan membodohi masyarakat. Bahkan kebijakan tersebut justru berpotensi melahirkan korupsi baru. Atau setidaknya memelihara prilaku koruptif bagi anggota DPR dan DPRD malas dengan memanfaatkan fasilitas sekolah tersebut.
Berdasarkan cacatan KOPEL, selama ini DPR RI, DPD RI maupun DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota sebenarnya sudah menikmati program peningkatan kapasitas yang dilakukan setiap tahunnya. Kegiatan ditanggung negara dalam jumlah fantastis mencapai 3 sampai 4 trilyun lebih setiap tahun melalui APBN dan APBD.
Besaran itu belum termasuk anggaran studi banding yang hasilnya tidak optimal karena banyak faktor, termasuk salah satunya menyangkut motivasi DPR untuk belajar tidak ada. Studi banding setiap tahun dianggarkan, namun tidak pernah efektif karena pesertanya tidak tepat lagi.
“Banyak alasan DPR dan DPRD kurang fokus belajar. Malah dalam banyak kasus justru hanya digunakan untuk menambah penghasilan karena ada fasilitas SPPD dan uang penunjang lainnya dalam bentuk lumpsum,” terang Syamsuddin dalam keterangan persnya, Selasa (29/8).
Usulan sekolah parlemen, lanjut dia, menunjukkan fakta bahwa ada masalah serius dengan anggota DPR dan DPRD saat ini. Mereka yang terpilih justru orang-orang yang tak siap menjadi anggota legislative karena tidak dipersiapkan secara baik.
Hal tersebut ibarat pepatah ‘Lain yang gatal, lain pula yang digaruk’. DPR ditekankan tidak perlu membuat sekolah parlemen melainkan memaksimalkan partai politik dalam melakukan pembenahan kadernya. (Soemitro)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid