Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat memberikan bantuan dan santunan kepada keluarga korban gagal ginjal akut progresif atifikal di Kemenko PMK, Rabu (10/1/2024). (ANTARA/Asep Firmansyah)

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah memberikan bantuan dan santunan kepada korban Gagal Ginjal Akut Progresif Atifikal (GGAPA), baik yang telah meninggal dunia maupun yang masih menjalani perawatan intensif.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Plt Kepala BPOM Lucia Rizka Andalusia secara langsung menyerahkan bantuan dan santunan di Kantor Kemenko PMK di Jakarta pada hari Rabu (10/1).

“Sesuai dengan arahan Presiden, agar korban terdampak mendapatkan perawatan dengan sungguh-sungguh bagi mereka yang dirawat, dan diberikan perhatian empati kepada keluarga yang meninggal,” ujar Muhadjir.

Pemberian bantuan kepada keluarga korban meninggal adalah sebesar Rp50 juta, sementara yang masih dalam perawatan mendapatkan bantuan sebesar Rp60 juta per orang.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 26 September 2023, tercatat 326 anak sebagai korban GGAPA, termasuk yang meninggal dan yang masih dirawat. Setelah verifikasi dan validasi, 312 korban diakui valid dan mendapatkan bantuan serta santunan. Rinciannya adalah 218 korban meninggal dan 94 korban sembuh/dirawat jalan, setelah ditemukan data ganda atau bukan merupakan korban GGAPA.

Penyerahan bantuan secara simbolik dilakukan kepada korban di sekitar DKI Jakarta, sedangkan korban di luar DKI Jakarta dapat mencairkan santunan dan bantuan melalui bank penyalur yang ditunjuk oleh Kementerian Sosial.

“Pemberian santunan ini murni bentuk empati dari pemerintah, tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah hukum. Biar hukum diselesaikan sesuaikan koridornya,” kata dia.

Muhadjir juga meminta maaf atas keterlambatan pemberian bantuan, mengakui bahwa prosesnya memakan waktu karena validasi data yang cermat agar tidak menimbulkan masalah di masa depan.

“Ini kesalahan dari kami karena prosesnya panjang, karena menyangkut anggaran APBN harus pruden dan tidak boleh ada masalah. Perlu data siapa saja harus divalidasi, jangan sampai ada yang harusnya masuk tapi tidak masuk atau sebaliknya,” kata dia.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah memberikan tiga hal kepada anak yang masih dirawat. Pertama bantuan jaminan sosial. Pemerintah membayarkan BPJS Kesehatannya untuk proses perawatan di rumah sakit.

Kedua, bantuan transportasi ke fasilitas kesehatan selama menjalani perawatan. “Keluarga yang terkena GGAPA pasti mendapatkan bantuan transportasi. Jika ada kendala, harap segera memberitahu kami,” kata Menkes.

Ketiga, bantuan dan santunan yang diserahkan melalui Kemenko PMK hari ini. Menurut Menkes, kejadian semacam ini tidak boleh terulang dan menjadi perhatian utama pemerintah.

“Karena satu anak yang meninggal saja, satu anak jadi korban saja, sudah begitu berharga. Kami akan terus bekerja dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah ke depannya,” kata dia.

Sementara itu, salah satu keluarga korban meninggal, menyampaikan keinginannya agar pemerintah lebih serius dalam mengawal proses perawatan korban. Ia mengungkapkan bahwa masih terdapat biaya yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan kendala dalam transportasi ke rumah sakit.

Selain itu, ia mencatat adanya ketidaksesuaian dalam data korban. Perbedaan angka, dari 326 menjadi 312 korban, menjadi perhatian tersendiri. Amardiyanto menekankan bahwa masih ada korban yang seharusnya mendapat bantuan namun tidak menerimanya.

“Kalau ditanya berapa, saya bisa pastikan untuk di ‘class action’ ini ada dua (yang tidak mendapat bantuan). Tapi di luar ‘class action’ tidak bisa kita kontrol (jumlahnya),” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan