Jakarta, Aktual.com — Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari WALHI, KPA, Kontras, JATAM dan gabungan dari organisasi masyarakat lainnya mengecam tindakan industri tambang batu bara yang terus memproduksi konflik dan kekerasan.

Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati menyampaikan bahwa Peristiwa Kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap warga yang menolak tambang PT Cipta Buana Seraya (CBS) di Kabupaten Bengkulu Tengah, menunjukkan tidak ada perubahan dalam penanganan konflik lingkungan hidup dan agraria di Indonesia.

Peristiwa ini mengindikasikan bahwa kepolisian belum dapat melakukan pengayoman terhadap masyarakat sesuai fungsinya dan malah lebih berpihak kepada perusahaan pertambangan batu bara yang merusak lingkungan hidup, memproduksi konflik dan pelanggaran HAM.

“Kekerasan terhadap rakyat yang memperjuangkan lingkungan hidup yang baik, adalah merupakan pengkhianatan terhadap Hak Asasi manusia. Hak yang diakui UUD ’45 dan di jamin oleh UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peristiwa ini juga menunjukkan bahwa industri ekstraktif seperti tambang batu bara berwatak bukan hanya eksploitatif dan merusak lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat, tapi juga berwatak militeristik,” ujar Nur Hidayati dalam siaran pers diterima aktual.com, Senin (13/6).

Sementara Koordinator Kontras, Haris Azhar mengingatkan dalam pertemuan dengan organisasi masyarakat sipil beberapa waktu lalu, Kapolri, Jendral Polisi Badrudin Haiti menyampaikan komitmennya bahwa Polri tidak akan lagi terlibat dan memfasilitasi perusahaan yang berkonflik dengang masyarakat, karena selama ini Polisi yang selalu disalahkan.

Badrodin Haiti itu juga mengungkapkan bahwa Polri akan mengambil sikap meminta Instansi terkait untuk menyelesaikan konflik Sumber Daya Alam (SDA) nya, namun disayangkan peristiwa ini tidak sesuai apa yang dijanjikan oleh Kapolri.

Kemudian Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin memperkirakan konflik agraria dan konflik lingkungan hidup akan terus terjadi, karena sampai saat ini Presiden Jokowi belum menunjukkan kemauan politik yang kuat untuk menyelesaikan konflik agraria secara sistematis dan struktural.

Oleh karena itu WALHI, KPA, Kontras dan JATAM, mendesak agar kepolisian  menghentikan penggunaan kekerasan dan pelanggaran HAM dalam menangani konflik lingkungan hidup dan SDA/agraria, serta tidak lagi memfasilitasi dan berpihak kepada perusahaan yang berkonflik dengan warga.

Koalisi Masyarakat Sipil juga mendesak kepada Presiden Joko Widodo untuk mengedepankan kepentingan kelestarian lingkungan hidup dan kesejahteraan warga serta menghentikan pertambangan yang merusak. Peristiwa ini harus menjadi peristiwa terakhir dan menjadi momentum bagi pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik lingkungan hidup dan agraria di Indonesia.

Di sisi lain Direktur Advokasi WALHI Bengkulu, Sony Taurus, update Data (pembaharuan data) korban penembakan dan luka-luka pada masyarakat yang berdemonstrasi menolak Tambang Batu bara Underground PT Citra Buana Seraya, di Kecamatan Merigi Kelindang, Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu.

Dia menyampaikan saat ini korban teridentifikasi menjadi berjumlah 10 orang, diperkirakan jumlah tersebut akan bertambah karena proses identifikasi belum selesai. Adapun sepuluh orang tersebut yakni:

1. Martadinata; ditembak di perut bagian atas tembus ke belakang (dibawa ke RS M.Yunus dan operasi)
2. Indra jaya, ditembak di selangkangan sebelah kiri, berobat sendiri
3. Dahir, luka tembak di punggung, berobat sendiri
4. Put, cidera karena ditembak di sendi paha kanan, berobat sendiri
5. Jaya, luka tembak di kaki kanan, berobat sendiri
6. Saiful, luka tembak di dada kiri (peluru karet), berobat sendiri
7. Yudi, luka tembak bahu kiri (dibawa RS Umum Daerah)
8. Alimuan, luka tembak di lengan menyebabkan patah tulang pada lengan kanan bawah (dibawa ke RS M. Yunus)
9. Badrin, luka tembak di leher bawah dan paha kiri (dibawa ke RS M.Yunus)
10. Ade, bengkak dan memar dipukul di pelipis mata.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan