Jakarta, Aktual.com – Pemerintah kini mengoreksi asumi makro terkait target pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 yang semula 5,3-5,9 persen menjadi 5,3-5,6 persen.

Namun begitu, pemerintah tidak bisa sekadar memproyeksi angka-angka itu saja, melainkan perlu ada penjelasan secara detail bagaimana angka tersebut dicapai.

“Saat ini, BI (Bank Indonesia) dan pemerintah hampir sama. BI di angka 5,2-5,6 persen, dan pemerintah range-nya di 5,3-5,6 persen. Namun angka tersebut jangan hanya angka-angka semata, melainkan perlu dijelaskan secara detail,” papar anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Airlangga Hartarto, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/7).

Menurut Airlangga, pemerintah perlu serius dalam mencapai angka pertumbuhan tersebut. Misalkan, jika batas atas itu yang bisa dicapai 5,6 persen, maka apa pra syarat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di angka tersebut.

“Begitu pun dengan batas bawah yang 5,3 persen. Pemerintah juga harus bisa menjelaskan, apa alasannya untuk mencapai pertumbuhan di angka tersebut. Jadi perlu penjelasan yang lebih tegas,” tutur Airlangga.

Dia menambahkan, antara pemerintah-DPR itu jangan terus “bertempur” setiap tiga bulanan untuk membahasa Rancangan APBN. Apalagi angka pertumbuhan yang disepakati pun pada Agustus nanti akan dibacakan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Tahunan MPR.

“Jadi kalau bisa, jangan sampai yang dibacakan Presiden nanti berubah lagi (asumsi makronya),” tutur Airlangga.

Perhitungan pemerintah, kata dia, memang harus lebih serius, sehingga kecil kemungkinan itu akan direvisi nantinya. Mengingat jika tidak hati-hati dan asal pasang target, maka asumsi makro itu akan bias.

“Saat ini baru Juli, dan makin lama akan makin bias lagi. Bisa jadi, di bulan November nanti akan semakin bias lagi. Makanya, target pertumbuhan iru memang harus realistis,” kritik politisi Partai Golkar ini.

Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan, sikap optimis pemerintah memang diakibatkan adanya program pengampunan pajak (tax amnesty) yang kemungkinan baru akan berdampak di tahun 2017 nanti.

“Jadi dana repatriasi dari tax amneaty ini kemungkinan besar akan masuk di akhir tahun, pada 31 Desember 2016. Karena masuk akhir tahun, sehingga dampaknya di 2017 nanti. Hal ini akan menjadi poin positif bagi perekonomian di 2017,” ungkap Bambang.

Ditambah lagi, pemerintah juga terus mengupayakan investasi baik dari asing maupun dari luar negeri. “Dari kondisi tersebut, maka kami mengajukan range baru, dari yang semula 5,3-5,9 persen, dipersempit menjadi 5,3-5,6 persen,” tegas Menkeu.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan