Ilustrasi keamanan digital. (ANTARA/HO/Virtus)

Washington, aktual.com – Para diplomat dari Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Jepang melalui pembicaraan kelompok kerja di Washington, Amerika Serikat, Jumat (29/3) mendiskusikan kerja sama trilateral untuk melawan ancaman dunia maya yang terus berkembang di Korea Utara.

Ketiga pihak, yakni Direktur Jenderal Urusan Nuklir Korea Utara, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, Lee Jun-il, perwakilan AS dan Jepang, Debevoise dan Naoki Kumagai, mempunyai kekhawatiran yang sama bahwa pekerja teknologi informasi (TI) Korea Utara mendapatkan pekerjaan dengan menyamar sebagai perusahaan IT di luar negeri.

Penyamaran tersebut diduga kuat bertujuan untuk menghasilkan pendapatan guna membantu mendanai program nuklir dan rudal Korea Utara, termasuk terlibat dalam aktivitas siber yang berbahaya.

Untuk mencegah ancaman siber Korea Utara, ketiga diplomat membahas berbagai cara untuk memperkuat kerja sama, termasuk meningkatkan kolaborasi dengan perusahaan swasta, melibatkan negara-negara tempat pekerja TI Korea Utara beroperasi, dan memperkuat kapasitas keamanan siber internasional.

Tak hanya itu, Lee bertemu dengan para pejabat, cendekiawan, dan pakar AS untuk berdiskusi mengenai hubungan antara Pyongyang dan Moskow, upaya untuk memotong sumber pendapatan ilegal Korea Utara, dan isu-isu terkait lainnya.

Kelompok kerja ketiga negara tersebut diluncurkan pada Desember lalu sebagai tindak lanjut dari perjanjian kerja sama yang dicapai oleh Presiden Yoon Suk Yeol, Presiden AS Joe Biden, dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada pertemuan puncak penting mereka di Camp David, AS pada Agustus 2023.

Sebelumnya, Amerika Serikat dan Korea Selatan pada Oktober 2023 telah mengeluarkan pernyataan kepada perusahaan-perusahaan dalam negeri agar tidak mengontrak pekerja teknik informasi (TI) Korea Utara yang menyamar sebagai warga negara lokal untuk mendapatkan uang tunai.

Jepang menyusul mengeluarkan pedoman serupa pada Selasa (26/3) lalu sembari menegaskan bahwa mengontrak pekerja Korea Utara melanggar undang-undang dalam negeri, termasuk Undang-Undang Valuta Asing dan Perdagangan Luar Negeri sebagaimana yang diatur oleh PBB.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain