Jakarta, Aktual.com — Menguak peran Chief Executive Officer (CEO) Fox Indonesia, Andi Zulkarnaen Anwar Mallarangeng (Choel Mallarangeng), di kasus korupsi pembangunan wisma atlet Hambalang, jadi fokus penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Lewat kesaksian M Arief Taufiqurrahman, penyidik meyakini ada fakta yang bisa terungkap. Pentinggi PT Adhi Karya itu tentunya mempunyai informasi mengenai keterlibatan Choel.
“M Arief Taufiqurrahman diperiksa sebagai saksi,” kata Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati melalui pesan singkat, Senin (28/12).
Saat awal mula proyek wisma atlet bergulir, M Arief Taufiqurrahman diketahui menjabat sebagai Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya. Dia diduga kuat banyak mengetahui sengkarut proyek yang berujung rasuah, termasuk soal aliran uang ke sejumlah pihak.
Dalam persidangan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hambalang sekaligus mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar, M Arief Taufiqurrahman mengaku pernah bersua dengan Choel. Saat itu, PT Adhi Karya menyampaikan kesiapannya sebagai peserta lelang. Karena saat itu perusahaan sedang mengerjakan proyek GOR di Surabaya.
“Saya waktu itu tidak tahu kapasitas Choel sebagai apa. Karena kami diundang, Pak Deddy sudah ada, Pak Choel sudah ada. Kalau yang di ruang menpora kita sampaikan soal Hambalang. Kita menyatakan AK sudah punya pengalamana di stadion Praga jadi kita siap partisipasi di proyek Hambalang,” ucap dia saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, 3 Januari 2014.
Pertemuan itu sebagai salah satu upaya untuk memuluskan keikutsertaan Adhi Karya dalam proyek tersebut. Arief bahkan menemui Menpora Andi Alfian Mallarangeng setelah ada pengumuman dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal rencana pelantikan kabinet baru. Pertemuan itu terjadi tak lama setelah bertemu dengan Wafid pada 2009.
Diungkapkan Arief, keberadaan Choel dan Fakhruddin dalam beberapa kali pertemuan bukan tanpa sebab. Belakangan setelah PT Global Daya Manunggal milik pasangan Herman Prananato (Komisaris) dan Nani Meilena (Direktur) menjadi subkontraktor, manuver tersebut dilakukan Choel untuk meloloskan perusahaan tersebut. Bahkan kata dia, Choel meminta fee 18 persen dari keseluruhan anggaran konstruksi Rp1,07 triliun. Tapi realisasinya ternyata berbeda.
“Teknis realisasi 18 persen Bu Lisa pernah ke ruangan Pak Teuku, saya hadir. Seingat saya disampaikan melalui Machfud Suroso,” kata dia.
Dalam kesaksiannya M Arief Taufiqurrahman membenarkan adanya penyerahan sejumlah uang ke beberapa pihak. Arief mengamini pemberian fee ke sejumlah pihak karena merupakan commitment fee. Bahkan kata dia, ada kode f1 untu Menpora, f2 untuk Sesmenpora, dan tetangga untuk DPR.
Selain itu ada pemberian Rp 250 juta kepada Direktur Utama PT MSONS Capital Munadi Herlambang. Berikutnya Rp 500 juta kepada adik mantan Menpora Adhyaksa Dault, Adirusman Dault. Terakhir Rp 2 miliar ke Kemenpora yang diserahkan dua tahap. Bahkan selain itu ada pengeluaran PT Adhi Karya untuk fee ke sejumlah pihak hampir mencapai Rp 12 miliar.
Dalam perkara ini, Choel diduga menyalahgunakan wewenang dan memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara. Atas dugaan itu, Choel disangkakan melanggar Pasal Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu