Jakarta, Aktual.co — Terdakwa korupsi proyek pembangunan dermaga Sabang, Nangroe Aceh Darussalam, Ramadhani Ismy di vonis 6 tahun penjara oleh majelis hakim.
Ramadhani juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta atau diganti hukuman penjara selama tiga bulan bila tak mampu membayar.
Selain itu hakim juga meminta Ramadhani untuk mengembalikan uang negara yang dikorupsinya senilai Rp 3,2 miliar. Bila tidak mampu mengembalikan, aset-asetnya akan disita negara. Kalau asetnya tidak mencukupi nilai tersebut, dia akan dipenjara selama dua tahun lagi.
Hakim Ketua Syaiful Arief menyatakan Ramadhani terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana disebutkan dalam dakwaan primer.
Vonis yang dijatuhkan terhadap Ramadhani lebih kecil daripada tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut Ramadhani diganjar dengan penjara 7 tahun dan 6 bulan penjara. Dia diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hal tersebut diputuskan setelah mempertimbangkan fakta-fakta yang memberatkan dan meringankan. Ramadhani dinilai tidak mendukung program negara dengan melakukan tindak korupsi.
“Hal yang meringankan adalah terdakwa tidak pernah dihukum, mengerti dan menyesali perbuatannya, serta berkelakuan baik,” kata Hakim Syaiful membacakan vonis di Gedung Tipikor Jakarta, Senin (22/12).
Diketahui Ramadhani merupakan pejabat pembuat komitmen dalam proyek Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang pada Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) tahun 2006-2011. Dalam pengerjaan proyek, dia menunjuk PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai pemenang proyek secara langsung tanpa proses lelang.
Setelah ditunjuk, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati bergabung lalu berubah nama menjadi PT Nindya Sejati Join Operation. Akan tetapi, perusahaan pemenang lelang malah memberikan proyek itu kepada subkontraktor, PT Budi Perkasa Alam.
Kontraktor mencairkan dana proyek Rp 8 miliar dari Badan Pengelolaan Kawasan Sabang pada 2006 padahal nilai kontrak yang diberikan pada PT Budi Perkasa hanya Rp 5 miliar. Selisih Rp 3 miliar itu lah yang terbukti mengalir ke kantong Ramadhan.
Nilai total kontrak proyek ini pada 2011 mencapai Rp 262 miliar dengan masa proyek hingga Desember 2011. Akibat kelakuan Ramadhani, negara diduga rugi sebesar Rp 249 miliar selama 6 tahun masa kontrak.
Atas vonis tersebut, Ramadhani pasrah menerima putusan hakim dan tidak berencana untuk mengajukan banding. “Alhamdulillah, saya menerima semua keputusan tersebut,” kata Ramadhani.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby