Jakarta, Aktual.com — Penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri sudah menggarap sebanyak 49 saksi dan empat saksi ahli dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dalam penjualan kondensat bagian negara, yang melibatkan SKK Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI).
“Sejauh ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap 49 saksi dan empat saksi ahli,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divhumas Polri Kombes Suharsono di Mabes Polri, Senin (28/9).
Suharsono menuturkan empat saksi ahli tersebut terdiri atas ahli korporasi, ahli tindak pidana ekonomi, ahli hukum administrasi negara dan ahli perminyakan. Menurutnya, penyidik kini masih menganalisis keterangan para saksi dan barang bukti serta tidak menutup kemungkinan pihaknya akan menetapkan tersangka lain.
“Analisis dari keterangan para ahli dan barang bukti terus dilakukan untuk pengembangan kasus, bisa jadi nanti akan ada tersangka baru,” ujarnya.
Dalam kasus ini, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni RP, HW dan DH. RP disebut-sebut adalah Raden Priyono yang merupakan mantan Kepala BP Migas. Sedangkan HW adalah Honggo Wendratno yang merupakan pendiri PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) serta DH atau Djoko Harsono yang merupakan mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas.
Dalam kasus itu, TPPI diketahui telah melanggar kebijakan Wapres Jusuf Kalla (saat itu). Sesuai kebijakan Wapres bahwa penunjukan TPPI sebagai pelaksana penjualan kondensat bagian negara diberikan dengan syarat hasil olahan kondensat dijual kepada PT Pertamina. Namun kenyataannya, TPPI malah menjual kondensat ke pihak lain, baik perusahaan lokal maupun asing.
Para tersangka yang terlibat dalam kasus ini telah melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu