Jakarta, Aktual.com — Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan, meski mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, telah mengembalikan dana pengadaan 16 mobil listrik di tiga BUMN senilai Rp 32 milyar, tak menghapus perkara pidana dalam kasus ini.

“Ini kasus pidana, pengembalian itu nanti menjadi pertimbangan saja. Syukur kalau betul komit dengan apa yang disampaikan itu,” kata Prasetyo di Kejaksaaan Agung, Jakarta, Jumat (19/6).

Sebelumnya, Dahlan Iskan sempat mengatakan, siap mengembalikan seluruh dana untuk pengadaan 16 mobil listrik yang berasal dari 3 BUMN.

“Saya bersedia mengganti seluruh pengeluaran sponsorship maupun CSR (Corporate Social Responsibility) untuk pengadaan mobil listrik,” kata Dahlan, Selasa (16/6).

Mantan Dirut PT PLN (Persero) ini mengaku siap mengganti dana dari BUMN, jika memang ada aturan yang melarang mencari sponsorship dari sejumlah perusahaan milik negara.

“Bersedia mengganti kalau memang proyek tersebut tidak diperbolehkan menggunakan dana sponsorship atau CSR,” jelasnya.

Dalam kasus ini, penyidik pidana Khusus Kejagung sudah menetapkan dua tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi (DA), dan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia, Agus Suherman (AS).

“Jaksa Satgassus telah menetapkan dua tersangka atas nama DA dan AS,” kata Tony Tribagus Spontana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, di Jakarta, Senin (15/6).

Penyidik menetapkan AS sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor: Print–60/F.2/Fd.1/06/2015, tanggal 12 Juni 2015, sedangkan Dasep berdasarkan sprintdik nomor: Print 61/F.2/Fd.1/06/2015, tanggal 12 Juni 2015.

Dasep Ahmadi merupakan tersangka dari pihak swasta yang mengerjakan proyek pengadaan 16 mobil listrik di 3 BUMN. Sedangkan Agus Suherman menjadi tersangka atas jawabatannya di Kementerian BUMN ketika proyek itu dikerjakan pada tahun 2011.

“Tersangka AS merupakan mantan pejabat di Kementerian BUMN yang meminta atau memerintahkan 3 BUMN untuk membiayai pengadaan mobil listrik, serta menunjuk tersangka DA untuk mengerjakan proyek tersebut,” ungkap Tony.

Sebelumnya, Tony menjelaskan, Kejaksaan Agung mulai menyelidiki kasus ini sejak Maret 2015. Pengadaan 16 mobil jenis electric microbus dan electric executive bus ini terdapat di PT BRI, PT Perusahaan Gas Negara, dan PT Pertamina.

Terkait kasus ini, penyelidik sudah memintai keterangan dari 17 orang sebelum menaikkan perkaranya ke penyidikan. “Sudah 17 pihak yang dimintai keterangan. Saat ini, kasusnya sudah naik ke penyidikan,” kata Tony.

Pengadaan ini bermasalah karena ke-16 mobil listrik tersebut tidak bisa dipergunakan sama sekali. Karena tidak bisa digunakan, kemudian mobil itu dihibahkan ke-6 perguruan tinggi, yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Brawijaya (Unibraw), dan Universitas Riau? meski tidak ada kerja sama.

Penyidik masih terus memeriksa dan mencari alat bukti untuk menetapkan tersangka atau pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban hukum atas dugaan penyimpangan yang berawal pada tahun tahun 2013 saat Dahlan Iskan menjabat sebagai Menteri BUMN.

Dahlan memerintahkan sejumlah BUMN menjadi sponsor pengadaan mobil listrik itu untuk mendukung kegiatan operasional konferensi APEC tahun 2013, di Bali. Namun mobil tersebut tidak bisa digunakan. Akibatnya, ketiga BUMN tersebut mengalami kerugian dan jaksa tengah menghitungnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby