Jakarta, Aktual.com — Dari masa ke masa kuantitas pemilih partai politik berbasis Islam selalu mengalami penurunan. Berbagai partai politik di 30 negara di dunia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, semakin terdegradasi karena jumlah pemilihnya selalu menurun.

Demikian disampaikan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi mukhtamar Surabaya Romi Romahurmuziy dalam diskusi bertema ‘Ngaji Bareng Tokoh Politik Islam Nasional’, di Masjid Al-Azhar, Jakarta, Minggu (9/8).

“Beberapa bulan yang lalu saya dikirimi ‘study’, di 30 negara di seluruh dunia yang mayoritas seluruh penduduknya Islam, dan ada partai-partai berbasis Islam di sana. ‘Study’ itu mencoba melakukan pendataan dan pengukuran, apakah partai-partai berbasis Islam itu dari waktu ke waktu mengalami penurunan atau peningkatan suara. Ternyata, mayoritas mengalami penurunan suara sejak didirikan,” kata pria yang biasa disapa Romi itu.

Berdasarkan data yang dipaparkan Romi, hanya beberapa partai di beberapa negara saja yang kuantitas pemilihnya masih stabil antara lain, Tunisia, Turki dan Mesir. Di parlemen Malaysia, sambung dia, parpol berbasis Islam hanya memiliki 21 kurs, dari sekitar 200 kursi.

Romi menjelaskan, adapun penyebab penurunan jumlah pemilih parpol berbasis Islam di dunia adalah karena konsolidasi demokrasi, terhadap kondisi ekstrim yang menghantam Islam. Konsoslidasi demokrasi itulah, yang membuat parpol berbasis Islam menjadi terdegradasi, dan para pemilih menjadi terkonsetrasi ke parpol non-basis Islam.

“Pada kondisi tidak ada kondisi ekstrim, para pemilih itu berkumpul di tengah, kurvanya mengikuti kurva normal, dimana para pemilih ekstrim kanan dan ektrim kiri pemilihnya sedikit. Tapi pada kondisi-kondisi ektrim, dia akan mengikuti kurva normal yang terbalik. Pada saat kapan? Pada saat terjadi konsolidasi demokrasi. Kalau jumlah partai semakin sedikit, seperti di Amerika Serikat, hanya dua partai politik, maka akan terjadi pengutuban di kanan dan di kiri, di tengah kosong. Maka tidak akan pernah lahir partai yang ada di tengah-tengah,” ujar Romi.

Begitu pula yang terjadi di Indonesia. Ketika rezim Orde Baru disaat Islam mulai digoyah, Presiden Soeharto mencoba melakukan penyusutan parpol. Dengan mengelompokkan tiga jenis parpol, spiritual-material parties dilakoni oleh PPP, material-spiritual parties digawangi PDI dan di tengah-tengah sebagai penyeimbang adalah Golkar.

“Tapi karena ini sebuah rekayasa, maka bubarlah pada saat demokrasi dijalankan. Kita sudah melakukan konsolidasi dengan baik. Pada 1999 masih 48 partai politik, hari ini tinggal 12,” kata dia.

Lebih jauh disampaikan Romi, jika kondisi dimana konsolidasi demokrasi semakin terbangun, akan secara otomatis terus menggerus jumlah pemilih parpol berbasis Islam dan kuantitas parpol dalam seuatu negara. “Maka kemudian kalau ini makin mengerucut, makin terkonsolidasi, bisa jadi kedepan hanya empat parpol. Nasionalis kanan, nasionalis kiri, dan muslim tradisional dan modernis. Bisa jadi ke depan tinggal dua, Nasionalis dan Islamis,” kata dia.

Dalam menghadapi kondisi ini, satu yang harus diperjuangkan oleh Indonesia, ialah dengan tetap berpegang teguh untuk memilih pemimpin bergama Islam. Romi pun mengibaratkan, bagaimana pengikut Nabi Muhammad SAW ketika hanya memimpin Mekah dan saat hijrah ke Madinah.

“Persoalannya, apakah kita bisa menjewantahkan Islam sebagai rahmat untuk semesta, bukan hanya semesta mukmin atau semesta muslim. Kekuasaan ini harus di tangan umat Islam. Mengapa? Karena Rasulallah SAW membuktikan, bahwa selama dakwahnya di Mekah, ternyata pengikutnya tidak lebih dari 600 orang. Tetapi kemudian beliau melakukan hijrah ke Madinah, menjadi pemimpin negara, menjadi pemimpin politik, maka kekuasaannya menjadi efektif untuk menyebar luaskan Islam,” kata Romi.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu