Jakarta, Aktual.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menemukan 15 jenis eksploitasi dan penyalahgunaan anak selama periode pemilihan umum. Informasi ini diperoleh melalui pengawasan yang telah dilakukan sejak Pemilu 2014.
Anggota Klaster Hak Sipil dan Kebebasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sylvana Maria menyatakan bahwa eksploitasi tersebut melibatkan partisipasi anak-anak dalam acara publik selama periode kampanye. Dia mencatat bahwa fenomena ini merupakan hal yang cukup sulit untuk dihindari.
“Tetapi memang kita harus melakukan pencegahan agar orang tua tidak selalu membawa anak-anak dalam event kampanye,” ucap Sylvana, Selasa (23/1).
Selama periode kampanye Pemilu 2024, KPAI menerima sejumlah aduan yang melibatkan anak-anak yang dijadikan sebagai juru bicara untuk beberapa calon tertentu.
“Pengaduannya ada hampir 10 kasus, dilakukan baik oleh caleg, maupun kelompok tim capres dan cawapres. Selain itu, anak-anak juga dijadikan target antara kampanye, jadi kampanyenya ditargetkan kepada orang tua, tetapi anak-anak yang menjadi target dengan memberikan barang-barang yang bukan alat kampanye,” ungkapnya.
Keluhan paling umum lainnya adalah anak-anak yang diperlakukan sebagai alat politik dengan imbalan uang. Mereka diberi bayaran oleh calon legislatif untuk terlibat dalam kegiatan kampanye.
Disamping itu, KPAI juga mendapat laporan mengenai video yang menyebar luas yang menampilkan anak-anak yang menyatakan pendapat mereka tentang beberapa calon secara viral.
“KPAI beranggapan bahwa partisipasi anak harus dihormati dan dilindungi, tetapi KPAI mendorong agar partisipasi anak tetap mengacu kepada nilai-nilai etis, supaya anak-anak tetap punya ruang kebebasan berbicara, tetapi tidak bebas berbicara apa saja. Untuk itu kami mendorong agar orang-orang dewasa mendampingi anak-anak, bagaimana harus menyampaikan pendapatnya di ruang publik,” terangnya.
Sehubungan dengan itu, KPAI menyarankan agar anak-anak tidak ikut serta dalam kegiatan kampanye Pemilu 2024. Rekomendasi ini diberikan dengan mempertimbangkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa anak-anak.
“Selama bentuk dan praktik demokrasi masyarakat kita dalam konteks konflik elektoral belum cukup mampu melindungi anak-anak, maka KPAI menegaskan dan menyarankan agar anak-anak tidak dibawa dalam kampanye atau pertemuan-pertemuan yang melibatkan massa yang cukup besar, karena ada risiko terhadap kesehatan, keamanan, kenyamanan, bahkan keselamatan jiwa anak,” ujarnya.
KPAI juga menganjurkan agar anak-anak pemilih pemula mendapatkan edukasi politik. Sementara untuk mereka yang berada di bawah batasan usia pemilih pemula, KPAI menyarankan peningkatan pendidikan kewarganegaraan.
“Kami yakin bahwa kurikulum pendidikan nasional kita sudah cukup membekali anak-anak tentang pendidikan kewarganegaraan, bagaimana menjadi warga negara yang baik, misalnya menghormati teman, menghargai orang yang berbeda, dan seterusnya,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Yunita Wisikaningsih