Jakarta, Aktual.co —Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyoroti maraknya pemberitaan mengenai pembunuhan seorang pekerja seks komersial di Tebet, Jakarta Selatan dan fenomena praktek transaksi prostitusi lewat media sosial.

Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Agatha Lily menilai  sejumlah muatan pemberitaan tidak pantas dan tidak etis untuk disiarkan. Lantaran ‘terlalu’ detail ungkap praktek transaksasi prostitusi lewat media sosial. Baik dalam kupasan bentuk straight news, wawancara investigasi ataupun liputan.

“Seperti pemberitaan cara PSK memasarkan diri, cara melayani pengguna jasa, hal-hal yang dilakukan untuk memuaskan pelanggan, fasilitas yang didapat dari praktek  tersebut, besaran tarif pelayanan singkat sampai dengan pendapatan perbulan hingga tarif jual keperawanan,” ujar Lili, dalam siaran pers yang diterima Aktual.co, Kamis (23/4).

Sambung Lily, bahkan ada TV yang menampilkan contoh pemasaran PSK melalui media sosial dengan kata-kata yang sangat vulgar. Akibatnya, sejauh ini sudah ada dua lembaga penyiaran yang kena tegur KPI.

Diakuinya, memang fungsi media adalah untuk melakukan kontrol sosial dan membongkar praktek-praktek tidak lazim yang membawa dampak buruk bagi masyarakat, termasuk kasus prostitusi. Tapi tetap saja, mereka tidak boleh terlalu detail ‘mengupas’ secara detail.

“Sebab dikhawatirkan dengan pemberitaan yang seperti itu justru bisa membuat masyarakat mencontoh perilaku yang tidak baik dan tidak pantas,” ujar dia.

Terlebih lagi, tayangan yang mengupas praktek prostitusi secara detail disiarkan di bawah pukul 22.00. Sehingga dikhawatirkan justru bisa berdampak buruk bagi anak-anak dan remaja yang menonton.

Lanjut Lily, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 secara jelas telah mengatur muatan berita mengenai PSK. “Yakni wajib memperhatikan nilai-nilai kepatutan yang berlaku di masyarakat (Pasal 21),” ucap dia.

Di Pasal 22, disebutkan program harus disajikan secara santun, berhati-hati dan tidak membenarkan perilaku yang tidak pantas sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari (Pasal 22).

Di Pasal 40 huruf a prinsip-prinsip jusrnalistik juga melarang program siaran yang bersifat cabul. Atas dasar itu, KPI meminta lembaga penyiaran mematuhi ketentuan di P3SPS dan prinsip-prinsip jurnalistik. Hal ini, ujar dia, harus menjadi perhatian mengingat televisi merupakan media yang berpengaruh sangat besar terhadap sikap, pola pikir dan perilaku masyarakat.

Lily menambahkan, maraknya fenomena praktek prostitusi memang memprihatinkan. Namun lembaga penyiaran dihimbau tidak ‘over expose’ menayangkan muatan-muatan yang tidak pantas.

“Dikhawatirkan dapat mempengaruhi masyarakat untuk turut menggunakan jasa PSK. Serta mendorong masyarakat  menempuh jalan instan untuk memenuhi kebutuhan hidup ditengah kondisi ekonomi yang sulit,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh: