Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyusun jadwal pemeriksaan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Pemeriksaan Ahok rencananya akan digelar besok, Selasa (10/5).

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati menjelaskan bahwa orang nomor satu di ibu kota itu akan dicecar pertanyaan sehubungan dengan kasus dugaan suap pembahasan raperda reklamasi pantai utara Jakarta.

“Iya benar (besok pemeriksaan untuk Ahok),” jelas Yuyuk, saat dikonfirmasi, Senin (9/5).

Dalam mendalami kasus suap raperda reklamasi ini, sudah ada beberapa pejabat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang hilir-mudik masuk ke ruang penyidik KPK. Termasuk Kepala Bappeda Tuti Kusumawati serta Kepala BPKAD Heru Budi Hartono.

Tak hanya itu, penyidik juga telah memeriksa staf khusus Ahok yang bernama Sunny Tanuwidjaja. Dia diketahui, termasuk salah satu pihak yang dicegah untuk bepergian keluar negeri terkait penyidikan kasus ini.

Kata Wakil Ketua KPK, pencegahan itu dilakukan agar penyidik bisa leluasa memeriksa Sunny. “Kalau dia dicegah, berarti dibutuhkan keterangannya,” kata Syarif dalam pesan singkat saat dikonfirmasi, Jumat 8 April 2016.

Sunny sendiri memang disebut memiliki peran dalam pembahasan raperda reklamasi. Dia adalah perantara Pemprov DKI, DPRD dan perusahaan pengembang.

“Sunny itu bisa disebut sebagai koordinator lapangan. Dia yang menghubungkan antara pemda, pengusaha, dan pihak DPRD DKI,” ujar pengacara M Sanusi, Krisna Murthi, saat dihubungi wartawan, Jumat 8 April 2016.

Pada kasus ini, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Trinanda Prihantoro terungkap tengah mencoba menyuap M Sanusi, selaku Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta.

Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil P‎rovinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandeg lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.

Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKl Jakarta. Namun diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota Dewan.

Artikel ini ditulis oleh: