Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua saksi dalam penyidikan pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-elektronik/ KTP-e).
Dua saksi yang dipanggil itu antara lain anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Mulyadi dan mantan wakil ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Taufiq Effendi.
“Ada dua saksi yang diagendakan hari ini Taufiq Effendi dan Mulyadi. Diperiksa dalam kasus KTP-e untuk tersangka Irvanto Hndra Pambudi dan Made Oka Masagung. Untuk anggota DPR RI Mulyadi merupakan penjadwalan ulang dari jadwal kemarin,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (3/7).
Dalam penyidikan dengan tersangka Irvanto dan Made Oka, KPK masih mendalami terkait proses pembahasan anggaran atau aliran dana proyek KTP-e.
Irvanto yang merupakan keponakan mantan ketua DPR RI Setya Novanto telah ditetapkan bersama Made Oka, pengusaha sekaligus rekan Novanto sebagai tersangka korupsi KTP-e pada 28 Februari 2018 lalu.
Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-e dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-e, dan juga diduga telah mengetahui ada permintaan “fee” sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-e.
Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.
Sedangkan Made Oka adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang “investment company” di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS.
Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek KTP-e.
Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: