Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (12/9). Komisi III mempertanyakan soal tahapan proses penanganan kasus mulai dari laporan masyarakat hingga ke pengadilan. Selain itu juga mempertanyakan soal ribuan pengaduan masyarakat ke KPK namun tidak semuanya diproses. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan bahwa institusinya melalui Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK Panca Putra Simanjuntak memanggil menteri-menteri yang mengabaikan rekomendasi telah dikeluarkan.

“Nanti kami panggil. Panca nanti panggil nama yang disebut beliau, panggil besok, oke. Sudah pak, dipanggil besok, cukup ya,” kata Saut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11).

Dia mengatakan, menteri yang bandel tersebut adalah menteri yang hanya menyetujui rekomendasi KPK, namun tidak pernah melaksanakannya. Namun dirinya enggan menyebutkan nama-nama menteri tersebut.

Saut juga meminta Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyusun daftar kementerian yang tidak pernah menjalankan rekomendasi dan tidak memberikan solusi atas masukan KPK.

“Ada kementerian yang tidak memberikan solusi tidak menjalankan rekomendasi, yang tidak juga challenge kami. Pahala nanti bikin daftar itu bila perlu,” ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut dua kementerian yang pernah mengabaikan rekomendasi KPK, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

“Contoh ESDM dulu mereka ingin memasang flow meter di pipa untuk ikut berapa lifting minyak dan gas di Indonesia, kita sudah bilang itu tidak boleh karena tidak akan efektif kajiannya namun tetap dilaksanakan,” kata Laode dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR.

Selain itu, menurut dia, mengenai izin tambang sekitar 60 persen dianggap ilegal, tidak ada satu pun yang dihukum.

Bahkan dari ESDM, menurut dia lagi, untuk tambang ilegal saja, mereka punya PPNS namun sampai hari ini tidak ada satu kasus pun yang diselidiki dan dilidik.

“Padahal jelas sekali yang tidak bayar jaminan reklamasi banyak, tidak tutup lubang tambang banyak,” ujarnya.

Selain itu, menurut dia, rekomendasi untuk hak guna usaha (HGU) kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) agar dibuka, padahal itu adalah keputusan pengadilan tertinggi sudah dikuatkan namun sampai saat ini tidak dibuka untuk umum.

Dia juga mengeluhkan terkait kebijakan satu peta nasional atau “One Map Policy” yang hingga saat ini tidak dibuka.

“Bahkan saya sampaikan di sini, yang siap itu baru Kalimantan Tengah, itu pun masih rekonsiliasi, tidak ada petanya. Apakah kami sudah instruksikan dan rekomendasikan. Sudah,” katanya menegaskan.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan