Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memeriksa enam anggota DPRD Kota Malang dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait pembahasan APBD-P Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015.
“Enam orang itu diperiksa sebagi saksi untuk tersangka Moch Arief Wicaksono (MAW),” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (21/8).
Enam anggota DPRD Kota Malang yang akan diperiksa antara lain Mohan Katelu dari Fraksi PAN, Abd Rachman dari Fraksi PKB, Syaiful Rusdi dari Fraksi PAN, Priyatmoko Oetomo dari Fraksi PDIP, Yaqud Ananda Gubdan dari Fraksi Partai Hanura, dan Suprapto dari Fraksi PDIP.
Selain itu, KPK akan memeriksa Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan Kota Malang Tahun 2015 Jarot Edy Sulistyono sebagai saksi juga untuk tersangka Moch Arief Wicaksono.
Jarot Edy Sulistyono juga merupakan tersangka dalam kasus tersebut karena diduga memberi suap kepada Moch Arief Wicaksono.
KPK telah menetapkan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono (yang telah mengajukan penguduran diri sebagai ketua DPRD Kota Malang)) sebagai tersangka dalam dua kasus, yaitu terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015 dan penganggaran kembali pembangunan Jembatan Kedungkandang.
“Kasus pertama, MAW diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyono (JES) terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015. Diduga MAW menerima uang sejumlah Rp700 juta,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat konferensi di gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/8).
Sebagai penerima MAW disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sebagai pemberi, JES disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka