Namun, ketika penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan belum lengkap, maka penuntut umum akan memberi petunjuk kepada penyidik untuk melengkapi berkas perkara.

Bahkan dalam hal penyidik sudah menyatakan maksimal, sementara penuntut umum berpendapat bahwa berkas perkara belum lengkap, maka penuntut umum dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

Oleh karena itu, kata Setiadi, bahwa ruang lingkup praperadilan tidak boleh memasuki ruang lingkup pokok perkara karena untuk meneliti tentang kecukupan alat bukti yang merupakan ruang lingkup pokok perkara adalah tugas dari penuntut umum.

“Apabila praperadilan sudah menguji tentang alat bukti, maka dengan sendirinya telah mengambil alih kewenangan penuntut umum dalam bekerjanya sistem peradilan pidana di Indonesia,” kata dia.

Demikian juga, kata dia, ketika praperadilan telah memasuki ruang lingkup pengujian kompetensi absolut, maka hal itu akan membawa praperadilan untuk memasuki ruang lingkup pokok perkara.

“Karena dengan sendirinya praperadilan akan masuk pada pengujian tentang hasil penyidikan, untuk selanjutnya menguji kesesuaian unsur delik dengan alat bukti yang dihimpun penyidik, termasuk di dalamnya kompetensi absolut. Padahal, kesemuanya itu bukan ruang lingkup praperadilan tetapi sudah memasuki ruang lingkup pokok perkara,” ucap Setiadi.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby