Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Adnan Pandu Praja membantah tudingan yang dilayangkan oleh bekas Menteri Agama Suryadharma Ali, yang telah menyebut pegawai KPK telah menikmati fasilitas kuota haji.

“Tidak ada yang dimanfaatkan sama sekali. Ini persoalan lama dan sudah kami cek ke internal,” kata Pandu melalui pesan singkat, Selasa (8/9).

Dia pun berharap politikus asal Partai Persatuan Pembangunan itu tak melemparkan kegaduhan, yang tak dilandasi oleh bukti. “Sebaiknya diungkap berdasarkan bukti supaya tidak menyebar kegaduhan. Kalau tidak ada bukti kasihan nama orang yang disebut-sebut,” kata Andan.

Seperti diketahui, Suryadharma dalam persidangan kemarin, menyebutkan, dari ke-18 kategori (penerima sisa kuota haji) tersebut di antaranya untuk paspamres wapres lebih dari 100 orang, almarhum Taufiq Kiemas dan Megawati Sukarnoputri 50 orang, menteri pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro 70 orang, Amien Rais 10 orang, Karni Ilyas dua orang, keluarga Suryadharma Ali enam orang, Komisi Pemberantasan Korupsi enam orang dan sejumlah dari media cetak maupun elektronik lainnya.

Selanjutnya menurut SDA penggunaan sisa kuota dilakukan setelah urusan visa jemaah reguler lunas selesai dan diberangkatkan ke tanah suci serta tidak mempergunakan keuangan negara.

“Sisa kuota dibagikan kepada calon jemaah haji yang benar-benar siap melunasi biaya dan segala sesuatunya untuk berangkat haji dengan pertimbangan untuk mengurangi kerugian negara, memanfaatkan sisa kuota agar terserap semaksimal mungkin dan kuota haji didambakan banyak orang sangat mubazir bila sisa kuota tidak digunakan, serta agar pemerintah tetap memiliki alasan agar mendapat tambahan kuota haji untuk mengatasi antrean berangkat haji yang demikian panjang,” kata Suryadharma.

Penggunaan sisa kuota yang tidak terserap itu sesuai dengan UU No 13/2008 dan peraturan Dirjen penyelenggaraan haji dan umroh No D/741A tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Sisa Kuota Nasional. “Selain itu, pihak Kedubes Saudi Arabia juga menyediakan sejumlah kuota khusus yang bisa diakses oleh kementerian dan lembaga dalam rangka menjaga hubungan baik antara pemerintah Saudi Arabia dengan instansi pemerintah RI,” kata SDA.

Sedangkan mengenai rombongan jumbo yang ikut dalam ibadah haji 2012-2013 menurut Suryadharma juga tidak ada yang salah. “Staf saya, Abdul Wadud menyampaikan surat permohonan 39 visa kepada kedubes Saudi Arabia di Jakarta dan saya yakin seyakin-yakinnya tidak ada yang salah dalam hal permohonan visa dan keberangkatan rombongan jumbo ke tanah suci karena penentuan jenis kuota mana yang dipergunakan? Baik sisa kuota atau kuota khsuus sepenuhnya merupakan kewenangan Kedubes Saudi Arabia,” ujar SDA.

Biaya keberangkatan rombongan jumbo juga masuk dalam tiga kategori. Pertama menteri dan perangkatnya menggunakan keuangan negara yang tertuang dalam Daftar Isian Penggunaan Anggaran Kemenag dengan kode Biaya Dinas (BD). Ke dua, keluarga menteri yang dibayar oleh menteri dengan kode Menteri Bayar (MB) dan ke tiga rombongan lain bayar sendiri dengan kode Bayar Sendiri.

“Jadi tidak benar ada anggapan bahwa keluarga menteri dan koleganya berangkat haji dengan mempergunakan uang negara. Sekali lagi permintaan visa oleh Abdul Wadud ke Kedubes Saudi Arabia tidak mengambil hak calon jemaah haji yang berangkat tahun itu karena permintaan visa ke kedubes tanggal 26 September 2012 sedangkan kloter I jemaah haji berangkat 20 September 2012, artinya seluruh proses administrasi jemaah haji sudah selesai seluruhnya,” kata SDA.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu