Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kiri) didampingi Wakil Ketua Laode Syarif (kiri) dan Saut Situmorang (kanan), Jamintel Kejaksaan Agung Adi Toegarisman (kedua kanan) memberikan keterangan pers mengenai operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4/2016). Dalam OTT itu KPK berhasil menangkap dua orang dari PT Brantas Abipraya dan satu orang pihak swasta serta barang bukti 148.835 USD yang diduga untuk melakukan suap guna menghentikan penanganan kasus PT Brantas Abipraya di Kejati DKI Jakarta.

Jakarta, Aktual.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo membeberkan permasalahan yang terjangkit dalam sistem birokrasi Indonesia. Salah satu masalahnya mengenai aturan tentang rangkap jabatan seorang penyelenggara negara.

Agus ketika melakoni tugas sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP), kerap menerima keluhan dari sejumlah lembaga internasional termasuk Bank Dunia ihwal Komisaris di BUMN.

Dijelaskan dia, bukan satu atau dua orang pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang juga mengemban tugas sebagai Komisaris di BUMN bidang kontruksi. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap timbulnya konflik kepentingan atau conflict of interest.

“Waktu di LKPP, saya dapat keluhan dari banyak lembaga internasional terutama Bank Dunia, kita angkat Komisaris BUMN bidang konstruksi, kemudian ikut lelang di Kementerian Pekerjaan Umum, itu secara jelas menyalahi prinsip rasionalitas maupun logika conflict of interest. Saya mohon perhatiannya,” ungkap Agus saat membuka International Business Integrity Conference (IBIC) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (16/11).

Lebih jauh dipapar Agus, dalam Undang-Undang (UU) tentang Pelayanan Publik jelas disebutkan bahwa pegawai negeri sipil dilarang merangkap jabatan. Untuk itu, Agus meminta pemerintah segera menuntas reformasi birokrasi.

“Kalau perhatikan UU Pelayanan Publik, sebetulnya seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak boleh merangkap jadi komisioner perusahaan. Mudah-mudahan jadi perhatian kita. Artinya kita selesaikan reformasi birokrasi kita,” harapnya.

Ia menambahkan perusahaan-perusahaan BUMN harusnya menjadi role model bagi perusahaan lain dalam mencipatkan ‘good coorporate governance’. Namun sayang, harapan itu belum terwujud hingga saat ini.

“Saya ingin garis bawahi satu hal, KPK sangat berharap BUMN jadi role model kalau kita bicara good coorporate governance. Oleh karena itu kita harapkan teman-teman (Kementerian) BUMN bisa bina untuk ini. Role model yang kita inginkan belum terjadi,” katanya.

Menurutnya, salah satu penyebab lantaran sistem penempatan komisaris. Pemerintah tidak seharusnya menempatkan orang di Komisaris jika ingin mengendalikan BUMN. Untuk mengendalikan perusahaan BUMN seharusnya pemerintah memperkuat pengawasan internal.

“Satu saja kita ingin garis bawahi, kalau pemerintah ingin kendalikan BUMN mungkin bisa di pengawasan internalnya, harus bertanggungjawab pada siapa saya tidak tahu, tapi bukan dengan menaruh komisaris,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh: