Pahala Nainggolan.

Jakarta, Aktual.com – Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyebut baru 62 persen dari 106 orang anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta yang menyerahkan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Ada 6 DPRD provinsi yang kepatuhan LHKPN-nya masih 75 persen, secara teori DPRD provinsi berada di kota-kota besar yang sumber daya manusianya bagus dan internetnya relatif tersedia sehingga seharusnya tidak ada hambatan untuk menyerahkan LHKPN,” kata Pahala Nainggolan dalam diskusi virtual “Apa susahnya lapor LHKPN tepat waktu dan akurat” di Jakarta, Selasa (7/9).

Keenam DPRD provinsi tersebut adalah DPRD Papua Barat yang kepatuhannya 55 persen, DPRD Aceh sebesar 53 persen, DPRD Kalimantan Barat sebanyak 58 persen, DPRD Sulawesi Tengah kepatuhannya adalah 60 persen, DPRD DKI Jakarta kepatuhannya 62 persen dan DPRD Papua adalah 74 persen.

“Tolong konstituennya mendorong fraksi di DPRD agar patuh menyampaikan LHKPN karena penyampaian oleh anggota DPRD provinsi karena hampir tidak ada hambatan teknis, tinggal komitmennya saja jadi kami juga heran kenapa tidak bisa 100 persen patuh,” tambah Pahala.

Pahala pun memaparkan tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN nasional pada 2020 yaitu 96,7 persen dengan rincian eksekutif adalah 98,81 persen, legislatif adalah 90,54 persen, yudikatif adalah 98,52 persen, BUMN/BUMD adalah 98,38 persen.

Kepatuhan pelaporan secara nasional menurut Pahala memang meningkat tapi terjadi penurunan dari kepatuhan anggota legislatif karena pada 2019 saat dilakukan pemilihan legislatif (pileg) seluruh anggota legislatif di DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota taat menyerahkan LHKPN.

Kepatuhan penyerahan LHKPN nasional pada 2019 adalah sebesar 96,3 persen dengan rincian eksekutif (96,08 persen), legislatif (100 persen), yudikatif (98,11 persen), BUMN/BUMD (98,17 persen).

“Untuk yudikatif ini hanya untuk dua lembaga yaitu Mahkamah Agung yang membawahi sekitar 8 ribu hakim dan Mahkamah Konstitusi,” ungkap Pahala.

Di bidang eksekutif, ada 21 kementerian yang sudah melaporkan 100 persen LHKPN dari para pejabat yang wajil lapor, namun masih ada 12 kementerian yang kepatuhannya 75-99 persen dan hanya 1 kementerian di bawah 75 persen.

Selanjutnya lembaga non-kementerian ada 46 lembaga yang sudah patuh 100 persen, sebanyak 16 lembaga kepatuhannya 75-99 persen, 9 lembaga kepatuhannya 50-75 persen dan 1 lembaga kepatuhannya di bawah 50 persen.

“Yang terbesar wajib untuk mengirim LHKPN sebenarnya mereka yang berusia 40-60 tahun, tapi yang paling patuh sekarang adalah yang di bawah 40 tahun, jadi di KPK menyebutnya makin muda makin patuh, makin tua makin susah disuruh patuh,” ungkap Pahala.

Data yang dimiliki KPK menunjukkan pada 2020, penyelenggara negara dan wajib menyerahkan LHKPN berusia kurang dari 40 tahun ada 98 persen, yang berusia40-60 tahun ada 86 persen dan berusia lebih dari 60 tahun sebesar 85 persen.

Hal tersebut berbeda dari data 2019 yang menunjukkan penyelenggara negara yang wajib lapor LHKPN dan berusia kurang dari 40 tahun hanya 81 persen, sedangkan yang berusia 40-60 tahun sebanyak 97 persen dan yang berusia lebih dari 60 tahun sebesar 90 persen.

“Jadi mereka yang di bawah 40 tahun baik eksekutif, yudikatif, legislatif patuh ini kondisi yang sangat menjanjikan,” ungkap Pahala.

Sedangkan untuk BUMN/BUMD, Pahala mengakui data KPK belum sempurna karena informasi dari Kementerian Dalam Negeri ada sekitar 1.000 BUMD di Indonesia, tapi yang menyampaikan LHKPN ke KPK tidak sampai 100 BUMD.

“Karena banyak juga pemerintah kabupaten/kota juga bisa mendirikan BUMD, jadi banyak juga BUMD yang tidak aktif sementara untuk BUMN, ada kurang dari 10 BUMN yang belum 100 persen lapor LHKPN,” tambah Pahala.

Data kepatuhan lapor LHKPN untuk BUMN adalah ada 70 BUMN sudah seluruhnya penyelenggara negara yang wajib lapor menyerahkan LHKPN (100 persen), 42 BUMN sudah lapor 75-99 persen, 6 BUMN lapor 50-75 persen, 1 BUMN lapor 25-50 persen dan 2 BUMN laporannya di bawah 25 persen.

Menurut Pahala, KPK setiap 3 bulan akan mengirimkan surat ke pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk memperbaharui LHKPN mereka.

“Mungkin mereka lupa kalau setahun sekali LHKPN harus ‘diupdate’, padahal caranya sangat mudah karena semua lewat ‘online’. Kalau tidak ada perubahan data ambil saja data tahun sebelumnya, kalau pun ada kesalahan ketik masih ada verifikasi di KPK. Intinya kami mendorong agar sampaikan LHKPN karena sudah fasilitas elektronik,” kata Pahala.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid