Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu. Aktual/ANTARA

Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya praktik lobi dari asosiasi travel haji kepada Kementerian Agama (Kemenag) terkait pembagian kuota haji tambahan tahun 2024. Lobi tersebut disebut-sebut menjadi dasar terbitnya aturan pembagian kuota oleh mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.

Plt Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pada 2023, pemerintah memperoleh tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu. Kuota itu kemudian menjadi ajang lobi oleh asosiasi travel haji ke pejabat Kemenag.

“Jadi tidak sendiri-sendiri untuk travel agent ini, tapi mereka tergabung di dalam asosiasi. Asosiasi inilah yang kemudian menghubungi para oknum pejabat yang ada di Kemenag ini untuk mengatur bagaimana caranya supaya kuotanya itu yang masuk kuota khusus menjadi lebih besar,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (9/9).

Asep menuturkan, pola yang digunakan bukan transaksi langsung, melainkan pembagian kuota melalui asosiasi. Kuota tambahan itu kemudian didistribusikan ke anggota asosiasi, sebelum dikumpulkan kembali untuk disetorkan kepada oknum di Kemenag.

Lebih jauh, Asep mengungkap adanya dugaan penerimaan antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS untuk setiap kuota yang diberikan. “Jadi bukan jual beli barang secara langsung, tapi sudah dipatok nilainya. Dana itu dikumpulkan melalui asosiasi, lalu disalurkan ke oknum pejabat di Kemenag,” katanya.

Meski begitu, KPK masih mendalami pihak-pihak yang terlibat. “Siapa yang bermain, siapa yang jadi perantara, ini yang sedang kita gali. Beberapa orang, termasuk staf khusus, sudah kita mintai keterangan,” imbuhnya.

Diketahui, KPK tengah menyidik dugaan korupsi kuota haji 2024. Yaqut sendiri sudah dua kali diperiksa, baik pada tahap penyelidikan maupun penyidikan. Ia juga dicegah bepergian ke luar negeri dan rumahnya telah digeledah penyidik.

Setelah adanya lobi, Yaqut menerbitkan Kepmenag RI Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan, yang membagi 20 ribu kuota menjadi 10 ribu reguler dan 10 ribu khusus. Aturan ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang menetapkan porsi kuota 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.

“SK tersebut jelas menyimpang dari aturan, karena pembagiannya menjadi 50 persen. Dari situlah kemudian terjadi dugaan jual beli kuota haji khusus melalui asosiasi,” pungkas Asep.