Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar

Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pengetahuan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin terkait pengakuan Musa Zainuddin, terpidana kasus proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

“Ya tentunya sebelumnya Pak Musa sendiri di persidangan sudah divonis, ada fakta-fakta di sana tentunya dikonfirmasi kepada semua saksi yang kami hadirkan untuk perkara HA termasuk saksi hari ini Pak Imin,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung KPK Rabu (29/1) malam.

KPK memeriksa Cak Imim sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Sharleen Raya (JECO) Group Hong Artha John Alfred (HA) dalam penyidikan kasus korupsi menerima hadiah terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.

Dalam perkara ini, Musa telah divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp7 miliar dan pencabutan hak politik selama tiga tahun setelah menjalani masa hukuman pokok.

Musa dikabarkan mengajukan surat permohonan Justice Collaborator ke KPK pada akhir Juli 2019. Pada surat itu ia mengatakan bahwa uang yang diterimanya juga turut dinikmati pihak lain yang merupakan elit PKB.

Ia menuturkan uang senilai Rp6 miliar diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB saat itu, Jazilul Fawaid, di kompleks rumah dinas Jazilul.

Setelah menyerahkan uang, Musa mengaku langsung menelepon Ketua Fraksi PKB, Helmy Faishal Zaini. Ia meminta Helmy menyampaikan pesan ke Muhaimin bahwa uang Rp6 miliar sudah diserahkan lewat Jazilul.

Selama masa sidang, Musa mengaku menutupi peran rekan-rekannya karena menerima instruksi langsung dari dua petinggi partai. Instruksi itu menyebut bahwa Muhaimin berpesan agar kasus itu berhenti di Musa. “Saya diminta berbohong dengan tidak mengungkap peristiwa sebenarnya,” ungkapnya.

Sementara itu Hong Artha John Alfred merupakan Komisaris PT Sharleen Raya. Ia ditetapkan KPK sebagai tersangka lantaran diduga memberikan suap kepada sejumlah pihak terkait proyek-proyek PUPR, seperti kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp8 miliar dan Rp2,6 miliar pada pertengahan 2015.

Hong Arta juga diduga memberikan suap kepada mantan anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp1 miliar pada November 2015.

Atas perbuatannya itu, Hong Arta dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Artikel ini ditulis oleh:

Eko Priyanto