Pengerjaan gedung 16 lantai yang akan digunakan untuk kantor lembaga anti rasuah itu telah memasuki tahap akhir. Gedung tersebut mulai dibangun sejak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan memiliki 70 ruang pemeriksaan dan gedung penjara yang mampu menampung 50 orang, 40 pria dan sepuluh wanita.

Jakarta, Aktual.com – Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang menaruh curiga dengan pemberian sejumlah dana dari pihak ketiga kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Tentu saja, kecurgiaan KPK mengarah kepada dugaan korupsi. Pasalnya, belum ada aturan hukum yang jelas dalam penerimaan uang yang nilai diyakini mencapai ratusan miliar rupiah itu. Bahkan, anggarannya pun tidak tercantum dalam APBD Pemprov DKI.

Saat ini, lembaga antirasuah tengah mengkaji secara komprehensif ihwal penerimaan uang dari pihak ketiga, yang salah satunya berasal dari PT Agung Podomoro Land.

“Tentu saja kajian yang dilakukan berdasarkan informasi dari masyarakat, dan informasi itu yang dianggap penting oleh KPK. Kajiannya bagaimana dari aspek hukum dan keuangan daerah,” papar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu (1/3).

Lebih Febri menyampaikan, kajian tersebut hingga kini masih terus dilakukan. Agus Rahardjo Cs sendiri masih bertanya-tanya apakah kebijakan penerimaan dari pihak ketiga ini juga dilakukan oleh pemerintah provinsi, kabupaten ataupun kota lain di Indonesia.

“Sampai saat ini masih mempelajari aspek hukum atau aspek keuangan negara dari pihak ketiga di luar APBD. Apakah ini hanya terjadi di Pemprov DKI, nanti setelah kajian selesai akan kita sampaikan,” terangnya.

Berdasarkan informasi, pihak KPK pun sudah turun langsung ke lapangan untuk mengecek ke mana saja aliran uang dari pihak ketiga itu digunakan.

Data yang didapat, PT Agung Podomoro Land memiliki kontrak dengan Pemprov DKI sebesar Rp 392 miliar, untuk 13 proyek. Uang yang sudah digelontorkan PT Agung Podomoro Land senilai Rp 218 miliar.

Proyeknya pun berbagai macam, untuk pembangunan Rusunawa Daan Mogot dan ‘furniture’ dana yang sudah dikeluarkan Rp 86 miliar; normalisasi Kali Ciliwung Rp 16 miliar; normalisasi Kali Moookevart tahap 1 Rp 21 miliar; normalisasi Kali Tubagus Angke Rp 24 miliar; penertiban Kali Jodo Rp 6 miliar.

M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby