Meikarta (Foto: Istimewa)
Meikarta (Foto: Istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran korporasi terkait kasus suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

“Pemeriksaan manajemen Lippo, tentu kami melihat keterkaitannya dengan Meikarta. Meikarta kan proyek yang dikembangkan oleh Lippo. Sejauh mana keterkaitan manajemen Lippo dengan kegiatan OTT KPK, tentu yang lebih tahu detilnya itu penyidik,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/10).

Untuk diketahui, KPK pada Kamis memeriksa dua petinggi Lippo Group, yakni Presiden Direktur Lippo Cikarang Toto Bartholomeus dan Direktur PT Lippo Cikarang Ketut Budi Wijaya. Mereka dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Billy Sindoro (BS) yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group.

“Saya meyakini ada alasan cukup bagi penyidik untuk memeriksa manajemen Lippo, ada bukti awal entah apa, terutama dilihat peran korporasinya. Kami ingin mendalami sejauh mana korporasi berperan dalam pemberian suap kepada Bupati Bekasi, apakah itu kebijakan manajemen,” ungkap Alexander.

Ia menyatakan bahwa perusahaan kurang memiliki unit “compliance” jika dilihat dari salah satu tersangka dalam kasus suap itu yang merupakan petinggi Lippo Group, yaitu Billy Sindoro. “Kalau yang kemarin kami lakukan OTT dan kami jadikan tersangka kan salah satunya petinggi, artinya kalau dilihat dari pelaku pemberi suap petinggi, kalau kami melihat itu seolah-olah perusahaan kurang memiliki unit “compliance” yang bisa memonitor atau memverifikasi setiap transaksi-transaksi uang keluar itu,” ujar Alexander.

Sebagai bukti, kata dia, ada uang yang diberikan pada pejabat di Pemkab Bekasi untuk memperlancar proses perizinan Meikarta tersebut.

“Kalau di dalam perusahaan itu ada kebijakan, misalnya antipenyuapan dan ada unit “compliance” di sana yang memverifikasi setiap transaksi kan pasti ketahuan kalau petingginya sampai memerintahkan untuk memberikan sesuatu,” tuturnya.

Ia pun menyatakan bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), korporasi bisa dianggap bersalah jika tidak ada upaya mencegah.

“Kalau berdasarkan SEMA terkait dengan tata cara pemidanaan korporasi itu kan korporasi bisa dianggap bersalah kalau tidak ada upaya untuk mencegah,” ujar Alexander.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: