Jakarta, Aktual.com – Bola panas dugaan korupsi pengadaan Marine Vessel Power Plant (tongkang pembangkit listrik terapung/MVPP) PT PLN (Persero) kini mulai menyeret pihak Kejaksaan Agung.
Korps Adhyaksa tersebut dikejutkan dengan nama Jampidsus Adi Toegarisman dalam pusaran korupsi yang diduga melibatkan korporasi BUMN tersebut dan Radjacorp Group.
Dugaan itu bermula saat Adi menjabat Jamintel dan Ketua Penggerak dan Pengarah Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4). Kala itu, Adi mengklaim PLN berhemat Rp1,5 triliun per tahun lewat pengadaan MVPP tersebut.
Sayangnya, lewat audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) justru menyebut negara kehilangan potensi menghemat anggaran karena harga perkiraan sendiri (HPS) atas tender proyek MVPP itu “tidak wajar”.
Penyusunan HPS atas pengadaan 5 unit leasing MVPP tersebut tidak menggunakan asumsi finansial yang tepat, sehingga harga kontrak pengadaan 5 unit LMVPP lebih tinggi dibandingkan dengan HPS terkoreksi.
BPK mencatat, nilai HPS untuk komponen mesin kapal dan biaya operasional maintenance lebih tinggi Rp 1,01 triliun. Seharusnya, nilai HPS hanya kisaran Rp6,8 triliun, bukan Rp 7,8 triliun seperti yang disahkan PLN itu.
Menanggapi perkara tersebut, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa pihak-pihak terkait, termasuk Adi Toegarisman sendiri.
“Hal ini supaya fakta BPK tersebut terang benderang, KPK harus panggil dan periksa Jampidsus Adi Toegarisman terkait mengapa TP4 bisa memberikan rekomendasi proyek pengadaan MVPP bisa menghemat keuangan negara. Apa dasarnya,” kata Haris di Jakarta, ditulis Kamis (9/5).
Haris pun mengomentari ‘persahabatan’ Adi Toegarisman dengan Adi Radja, pengusaha yang punya saham di Karpowership Indonesia, perusahaan yang memenangkan tender MVPP PLN tersebut. Adi diduga kerap bermain golf bersama Adi Radja.
“Persahabatan duo Adi ini juga harus dipertanyakan. Kenapa bisa seorang penyidik atau pengawas TP4 bermain golf dengan peserta lelang PLN. Ini yang harus diselidiki KPK,” tandasnya.
Pada kesempatan itu, Haris meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja TP4 Kejaksaan yang dikhawatirkan justru menjadi tim yang ‘melegalkan’ proyek-proyek titipan kementerian ataupun BUMN.
“Dari dugaan kasus MVPP saja bisa kita tarik benang merahnya jika ada dugaan kejaksaan ‘ikut’ menikmati permainan para mafia proyek pemerintahan di Indonesia, khususnya di PLN,” kata dia.
Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Kelistrikan Indonesia (AKKLINDO), Janto Dearmando menambahkan, pengadaan MVPP itu merupakan inisiatif mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basyir. Padahal, proyek itu dari awal sudah ditolak di internal PLN karena masih adanya hal-hal teknis pembangkit.
“Pengadaan MVPP dilakukan pada saat proses pengadaan sewa genset untuk mengatasi defisit listrik. Ketika mau tanda tangan kontrak sewa genset, Sofyan langsung membatalkan dan dia menunjuk langsung perusahaan Turki, Kapowership Zeynep Sultan sebagai pemenang lelang pengadaan MVPP,” kata Janto.
Penunjukkan Kapowership Zeynep Sultan ini dilakukan usai tim dari PLN yang terdiri dari bagian keuangan dan pengadaan berkunjung ke Turki. Namun sayangnya saat itu tidak ada orang teknis pembangkit yang diajak.
“Padahal menurut internal PLN yang ahli pembangkit menyebutkan MVPP tidak cocok dipakai, karena transmisinya tidak nyambung. Perlu modifikasi,” tegas dia.
“Akibatnya muncul permasalahan koneksi transmisi saat MVPP mulai dioperasikan. Setelah terkoneksi, kapasitasnya tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Jadi pengadaan MVPP ini sebenarnya gagal dan merugikan negara,” cetus Janto lagi.
Sementara Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku, dirinya belum bisa memastikan apakah KPK sudah melakukan penyelidikan soal kasus itu atau belum. “Kami belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut,” kata Febri.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin