Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi merupakan aktor utama yang menghambat tax amnesty PT EK Prima Ekspor Indonesia.
Oleh karena itu, penyidik KPK hari ini memeriksa Ken. Yang dimana, menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, salah satu informasi yang ditanyakan ke Ken ihwal posisi dan tax amnesty tahap pertama PT EK Prima.
“Salah satu yang dikonfirmasi adalah tentang tax amnesty tahap pertama. Sesuai penjelasan, tax amnesty pada prinsipnya tidak boleh dihambat dan harus mudah,” ungkap Febri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/1).
Diakui Febri, ihwal upaya menghambat tax amnesty PT EK Prima memang jadi salah satu fokus penyidik. Pasalnya, seperti diketahui bahwa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tengah berupaya menambah pendapatan negara disektor pajak melalui tax amnesty ini.
“Itu kami catat dan akan dilihat apakah dalam fakta berikutnya ada upaya untuk menghambat tax amnesty itu,” jelasnya.
Sebelumnya, Tommy Singh, kuasa hukum Country Director PT EK Prima, Rajesh Rajamohanan Nair mengklaim bahwa perusahaan kliennya telah mengajukan diri untuk mengikuti program tax amnesty. Namun pengajuan ini justru ditolak oleh pihak Ditjen Pajak.
“September atau Agustus, klien kami sudah melakukan tax amnesty. Tapi ditolak, oknum pajak sudah mengatakan ‘kami akan tolak tax amnesty ini’,” klaim Tommy, di Gedung KPK, Jakarta, 24 November 2016.
Bahkan kata dia, kliennya juga telah mengirimkan surat ke Ditjen Pajak perihal ancaman penolakan tersebut.
Hal ini tentu serasi dengan informasi yang diterima penyidik KPK tentang tax amnesty tahap pertama PT EK Prima yang ditanyakan kepada Ken.
Rajesh sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penghapusan pajak PT EK Prima. Ia diduga menyuap Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno.
Suap yang diduga untuk menghapus tagihan pajak PT EK Prima sebesar Rp 78 Miliar. KPK pun telah menggeledah sejumlah tempat dan mengamankan barang bukti berupa uang Rp 1,9 miliar terkait kasus ini.
Laporan: M Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby