“Teridendifikasi, kode apel yang diduga berarti fee proyek mengacu pada pengertian apel atau upacara. Istilah yang dipahami sebagai menghadap ke wali kota,” ungkap Febri.

KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus itu. Diduga sebagai penerima antara lain Wali Kota Pasuran 2016-2021 Setiyono, staf ahli atau Plh Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo, staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Ti Hardianto. Sedangka diduga sebagai pemberi, yakni swasta atau perwakilan CV Mahadir Muhammad Baqir.

Setiyono diduga menerima 10 persen “fee” dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yaitu sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018.

Pemberian “fee” itu dilakukan secara bertahap yaitu pertama, pada 24 Agustus 2018 M 2018, Muhammad Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. Pada 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.

Kedua, pada 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Baqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta. Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara