Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, di gedung Nusantara 1, Jakarta, Senin (16/7) untuk pengumpulan bukti dalam penyidikan kasus suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
KPK telah menetapkan dua tersangka masing-masing Eni Maulani Saragih (EMS) dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
“Kami perlu melakukan penggeledahan ini karena ada sejumlah bukti yang kami duga berada di kantor PLN dan ruang kerja tersangka EMS tersebut, baik-bukti terkait dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kerja sama dan pembangunan PLTU Riau-1 atau bukti-bukti yang lain,” kata Juru Bicara KPK di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Selain itu, KPK pada Senin juga menggeledah kantor pusat Perusahaan Listrik Negara (PLN) di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
“Tentu itu perlu kami gali lebih jauh nantinya sebelum KPK akan melakukan pemanggilan sejumlah saksi terkait proses penyidikan ini. Jadi, kalau tidak minggu ini secepatnya minggu depan akan kita lakukan pemanggilan saksi sesuai kebutuhan penyidikan,” ucap Febri.
Febri pun menyatakan proses penggeledahan di dua lokasi itu masih berlangsung sampai saat ini.
“Penyidik baru setelah maghrib sampai di lokasi, tentu proses penggeledahan masih berlangsung. Proses penggeledahan ini kami lakukan sesuai hukum acara yang berlaku, yang kami cari tentu dokumen terkait seperti dokumen terkait PLTU Riau-1 tersebut,” tuturnya.
Sebelumnya, dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen “fee” 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.
“Ini perlu kami dalami lebih jauh sebenarnya bagaimana proses awal sampai dengan kemarin ketika tangkap tangan dilakukan, sejauh mana suap yang kami duga diterima EMS sekitar Rp4,8 miliar tersebut memang secara signifikan bisa memuluskan proses yang terjadi,” ungkap Febri.
Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.
Peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: