(ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Setelah korupsi mega proyek KTP elektronik atau e-KTP, Partai Golkar kini kembali diterpa kasus hukum. Daun-daun pohon beringin pun bak berguguran karena diterpa badai.

Adalah kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 yang kian memanas dan meliar, yang mulai menyerempet satu per satu politikus Golkar.

Tidak Eni Saragih dan Idrus Marham, bahkan kasus ini juga menjadikan narapidana korupsi kasus e-KTP yang juga mantan Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR, Setya Novanto. Selain itu, KPK juga berpotensi memanggil Ketum Golkar Airlangga Hartarto.

Banyaknya pihak dari internal Golkar yang terlibat tidak hanya mencoreng nama Golkar, tetapi juga membuat partai tersebut berpotensi dikenai tindak pidana korupsi korporasi.

“Tidak menutup kemungkinan Golkar dikenakan pidana korporasi. Mengingat, Golkar sebuah organisasi atau wadah sekumpulan orang yang memiliki tujuan sama,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang melalui keterangan tertulisanya pada Senin (3/9).

Saut menjelaskan, korporasi di sini bisa juga diartikan organisasi atau badan atau tempat sekumpulan orang dengan tujuan yang sama, termasuk partai politik.

Namun, kata Saut, perlu pembuktian lebih dahulu jika ingin menjerat Golkar dengan pidana korporasi terkait dugaan aliran dana korupsi Proyek PLTU Riau-1.

“Harus dibuktikan lebih dahulu apa seperti apa kaitanya,” ungkapnya.

Tersangka suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih sempat mengatakan bahwa sebagian duit suap yang diterimanya telah mengalir ke pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar pada akhir tahun lalu.

Dalam kepanitiaan Munaslub, Eni menduduki posisi bendahara.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka. Mereka yakni, Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, Pemilik Saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo, dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham.

Eni diduga menerima uang sebesar Rp 6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap, dengan rincian Rp 4 miliar sekitar November-Desember 2017 dan Rp 2,25 miliar pada Maret-Juni 2018. Uang itu terkait dengan proyek PLTU Riau-1.

Adapun peran Idrus, diduga terlibat dalam suksesi kontrak jual beli tenaga listrik atau Power Purchase Agreement PLTU Riau-1 kepada pihak konsorsium.

Imbalannya, Idrus diduga menerima jatah sebesar 1,5 juta dolar AS dari Johannes Kotjo.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan