Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang memperberat vonis mantan Menteri Sosial Idrus Marham menjadi lima tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.
“Kami menghargai pengadilan yang telah menerima banding yang diajukan KPK dan menegaskan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi. Vonis yang dijatuhkan adalah lima tahun penjara dan denda Rp200 juta,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (18/7).
Putusan di tingkat banding itu diambil majelis hakim banding dengan ketua I Nyoman Sutama dan anggota Mohammad Zubaidi Rahmat dan Achmad Yusak pada 9 Juli 2019.
KPK, lanjut Febri, pada Kamis ini juga telah menerima putusan lengkap PT DKI Jakarta terkait dengan putusan banding terhadap terdakwa Idrus tersebut.
“Selain itu, cepatnya selesai dan diterimanya dokumen putusan lengkap juga menjadi poin yang kami pandang perlu diapresiasi karena hal ini sangat membantu KPK dan juga pihak terkait untuk bisa memahami secara lebih dalam bagaimana pertimbangan hakim sekaligus sebagai kebutuhan analisis apakah akan dilakukan upaya hukum atau tidak,” tuturnya.
Secara substansi, kata dia, putusan tersebut sesuai dengan tuntutan KPK yang menggunakan Pasal 12 a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Jadi, bukan Pasal 11 sebagaimana yang dinyatakan terbukti di tingkat pertama,” ungkap Febri.
Saat ini, kata dia, KPK sedang mempelajari putusan PT DKI Jakarta tersebut. Atas putusan PT DKI Jakarta tersebut, Idrus pun langsung mengajukan kasasi.
Febri menyatakan jika Idrus memang mengajukan kasasi maka lembaganya siap menghadapinya.
“Namun, jika benar pihak terdakwa mengajukan kasasi, kami pastikan KPK akan menghadapi,” ujar Febri.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 23 April 2019 menjatuhkan vonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kepada Idrus Marham karena terbukti menerima suap bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar non-aktif Eni Maulani Saragih.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin