Jakarta, Aktual.com — Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mempertanyakan dasar Pemerintah Daerah DKI Jakarta mengelurkan izin reklamasi Teluk Jakarta. Pasalnya, jika dikaji secara menyeluruh, kata dia, reklamasi yang dilakukan anak perusahan PT Agung Podomoro Land itu belum memenuhi unsur legalitas.
“Kalau kita mengkaji semua, area fisiknya belum beres, dasar hukum pemberian izin itu (reklamasi) belum beres,” ujar dia ketika berbincang dengan Aktual.com, Selasa (5/4).
Menariknya lagi, landasan hukum yang dipakai Gubernur DKI Jakarta Ahok dalam mengeluarkan izin reklamasi itu bertentangan dengan Perpres nomor 54 tahun 2008 tentang kawasan Jabodetabek Punjur. Dalam peraturan Perpres nomor 54 itu detegaskan bahwa Perpres nomor 52 tahun 1995 sudah dicabut.
“Itu mesti dituntaskan. Kok ada Keppres tapi kewenangan di Pemda? itu harus dicek, kalau memang udah diatur Keppres seharusnya tidak diatur di Pemda,” kata dia.
Jika Ahok menggunakan Kepres 52 tahun 1995, harus dilihat Kepres tersebut sudah diganti dengan Perpres nomor 54 Tahun 2008 tentang penataan ruang kawasan Jabodetabek Punjur. Pada pasal 72, dijelaskan bahwa Kepres nomor 52 tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku.
Belum lagi, sambung dia, proyek reklamasi Teluk Jakarta melanggar peraturan presiden No. 122 Tahun 2012 bahwa pemerintah daerah, dalam hal ini Gubernur Provinsi DKI Jakarta tidak berwenang mengeluarkan izin reklamasi.
Sebab, dalam proyek reklamasi, yang berhak mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 16 ayat (2), (3), dan (4) Peraturan Presiden No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Hal ini, kata dia membuat Gubernur DKI Jakarta tidak memiliki kewenangan dalam mengeluarkan izin reklamasi di Teluk Jakarta. Namun, faktanya Gubernur Jakarta telah mengeluarkan empat izin untuk empat Pulau yaitu Pulau G, F, I, dan K
“Kemudian apa dasarnya Pemda bikin Perda? Kalau Pemda hanya punya kewenangan yang melekat di otonomi daerah, kalau sudah ada Keppres tidak ada dasar untuk membuat pembentukan Reperda itu,” kata dia.
Oleh sebab itu, KPK sejatinya jangan hanya terfokus pada kasus tangkap tangan saja. Sebaliknya lembaga pimpinan Agus Raharjo Cs itu, mesti membongkar korupsi besar reklamasi teluk Jakarta.
Sebelumnya, KPK menangkap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dan Presdir PT Agung Podomoro Ariesman Widjaja serta Trinanda Prihantoro selaku personal assistant PT APL.
Ketiganya, dicokok KPK terkait suap pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035, dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Laporan: Wisnu Jusep
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby