Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperlihatkan gelagat bakal kembali memeriksa Bupati Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Pahri Azhari.

Bukan hanya Pahri, lembaga antirasuah juga mengisyaratkan memanggil anggota DPRD Provinsi Sumsel dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Lucianty Pahri.

Hal itu terlontar dari mulut Pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK, Johan Budi SP. Dia mengatakan, pemeriksaan terhadap Bupati dan kader PAN itu, akan dilakukan selama penyidik membutuhkan.

Jika jadi digelar, keduanya akan diperiksa terkait kasus dugaan suap dalam pengesahan LKPJ 2014 dan APBD 2015 milik Pemerintah Kabupaten Muba terhadap DPRD setempat.

“Kalau soal pemeriksaan itu (Bupati dan anggota DPRD Muba) kebutuhan penyidik. Kalau keterangannya dibutuhkan diperiksa, ya diperiksa,” jelas Johan, saat jumpa pers, di gedung KPK, Selasa (4/8).

Selain itu, Johan yang merupakan mantan juru bicara KPK juga mengatakan pihaknya masih membuka peluang untuk menetapkan status tersangka dalam kasus dugaan suap kepada DPRD Muba.

Johan menekankan, adanya tersangka baru dikasus suap tersebut, tergantung dengan alat bukti yang ditemukan penyidik.

“Ada, kemunginan itu terbuka sepanjang dalam proses pengembangan penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup, kemudian disimpulkan adanya pihak lain yang terlibat. Jadi dasarnya adalah penyidik menemukan bukti-bukti yang ‘firm’ kepada siapa pun,” papar Johan.

Seperti diketahui, Bupati Muba, Pahri Azhari terakhir kali diperiksa oleh penyidik KPK pada 27 Juli 2015. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Syamsuddin Fei, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).

Seperti diketahui, kasus dugaan suap ini terungkap, ketika KPK menangkap tangan dua anggota DPRD Muba dan dua pejabat Pemkab, pada 19 Juni 2015. Mereka diduga tengah bertransaksi suap berupa uang senilai Rp2,567 miliar.

Berdasarkan informasi, pemberian uang ketika itu bukan yang pertama kali. Sebelumnya, DPRD setempat diduga sudah menerima uang dari Pemkab Muba pada awal tahun, atau tepatnya Januari 2015.

Jumlah uang yang diberikan ketika itu disebut-sebut tidak jauh berbeda dengan uang yang ditemukan KPK pada saat tangkap tangan. Dari pemberian Januari itu, 45 legislator disebut-sebut ikut kecipratan, dengan jumlah bervariasi.

Rinciannya adalah 33 anggota DPRD Muba masing-masing sebesar Rp50 juta, delapan Ketua Fraksi masing-masing sebesar Rp 75 juta, dan empat pimpinan DPRD Muba masing-masing sebesar Rp100 juta.

Uang pada pemberian pertama diyakini adalah dana talangan dari Bupati Muba, Pahri Azhari dan istrinya Lucianty Pahri. Uang itu diserahkan ke Kepala DPPKAD Pemkab Muba, Syamsudin Fei, kemudian didistribusikan ke pihak DPRD melalui seorang kurir.

Sementara untuk pemberian kedua (saat OTT), uang suap sebesar Rp2,56 miliar diperoleh dari hasil patungan beberapa kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Muba, atas perintah Pahri dan istrinya, Lucianty yang merupakan politikus PAN dan anggota DPRD Provinsi Sumsel 2014-2019.

Pemberian pada saat operasi tangkap tangan itu juga disebut bukan yang terakhir. Kedua belah pihak, Pemkab Muba dan DPRD, sepakat untuk pembayaran ‘Commitment Fee’ pengesahan LKPJ 2014 dan APBD 2015 Pemkab Muda, dilakukan sebanyak empat termina, dimna nilainya disebut-sebut lebih dari Rp10 miliar.

Sebelumnya, KPK telah menangkap empat orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap anggota DPRD Muba.

Empat orang itu ialah, anggota DPRD asal PDIP, Bambang Karyanto, anggota DPRD dari Partai Gerinda, Adam Munandar, Kepala DPPKAD Muba Syamsudin Fei, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Beppeda) Muba, Faisyar.

Mereka ditangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan ketika tengah melakukan pertemuan di kediaman Bambang di Jalan Sanjaya, Alang-alang, Palembang, Sumatera Selatan, pada Jumat malam, 19 Juni 2015.

Bambang dan Adam yang diduga sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Syamsudin dan Faisyar yang diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Artikel ini ditulis oleh: