Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengkaji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), khususnya terkait klausul yang menyebut bahwa direksi dan komisaris BUMN bukan lagi termasuk penyelenggara negara.
Anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan kajian ini dilakukan sebagai respons atas substansi pasal dalam UU terbaru yang dinilai berpotensi mempengaruhi kewenangan lembaga antirasuah tersebut dalam melakukan penindakan.
“Dalam melakukan kajian tersebut, KPK tentu juga akan melihat peraturan dan ketentuan lainnya, seperti KUHAP, UU Tindak Pidana Korupsi, dan UU Keuangan Negara,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/4/2025).
Menurut Budi, KPK ingin memastikan bahwa perubahan status hukum direksi dan komisaris BUMN tidak menciptakan celah hukum yang dapat dimanfaatkan untuk menghindari jerat hukum tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, pendekatan yang diambil mencakup aspek pencegahan, pendidikan, hingga penindakan.
“Kami memandang penting melakukan intervensi pencegahan korupsi di BUMN agar iklim bisnis di Tanah Air tetap bersih dan berintegritas,” ujarnya.
Sebagai informasi, UU BUMN 2025 menggantikan UU Nomor 19 Tahun 2003 dan resmi berlaku sejak 24 Februari 2025. Salah satu pasal krusial dalam beleid baru ini adalah Pasal 9G yang menyebutkan bahwa “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”
Padahal, dalam UU KPK yang berlaku (UU Nomor 19 Tahun 2019), KPK hanya memiliki kewenangan untuk menindak tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, penyelenggara negara, atau yang merugikan negara lebih dari Rp1 miliar.
KPK menegaskan, hasil kajian ini akan menjadi bahan pertimbangan penting dalam menyesuaikan arah kebijakan dan strategi pemberantasan korupsi, khususnya di sektor strategis seperti BUMN.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano