Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini kasus yang menjerat Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja tak hanya soal suap. Keyakinan itu dijadikan dasar oleh penyidik untuk terus mengembang kasus suap pembahasan raperda tentang reklamasi pantai utara Jakarta.
“Pasti dikembangkan. KPK menyakini nggak cuma soal suap saja,” kata Pelaksana Harian Kepala Biro KPK Yuyuk Andriati, di kantornya, Jakarta, Senin (30/5).
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan kalau pihak telah membuka penyidikan baru yang didasarkan pada kasus suap Presdir Agung Podomoro. Dalam penyelidikan itu yang dalami adalah mengenai implementasi tambahan kontribusi para pengembang reklamasi.
“Perlu saya tegaskan bahwa penyelidikan dan penyidikan yang berhubungan dengan itu (kontribusi) sedang berjalan. Ada berapa penyelidikan,” ungkap Syarif, saat jumpa pers di kantornya, Selasa (17/5).
Implementasi tambahan kontribusi ini memang sudah terjadi. Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pun membenarkan, kalau PT Agung Podomoro Land telah membayar tambahan kontribusi itu.
“Agung Podomoro sudah serahkan berapa? Dia sudah serahkan pada kami Rp200-an miliar. Yang sudah dikerjain jalan inspeksi, rusun, tanggul, pompa, dia sudah kerjain,” tutur Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (13/5).
Ada empat pengembang yang bersepakat untuk membayarkan kontribusi tambahan kepada Pemprov DKI. Padahal, Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta, yang mengikat kewajiban itu belum disahkan oleh DPRD DKI.
Keempat pengembang ini adalah PT Muara Wisesa Samudra dan PT Jaladri Kartika Pakci selaku anak perusahaan PT Agung Podomoro, PT Jakarta Propertindo serta PT Taman Harapan Indah. Para pengembang ini, yang kemudian mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi dari Ahok.
PT Muara Wisesa telah mendapatkan izin pelaksanaan untuk Pulau G pada 23 Desember 2014, PT Jakarta Propertindo untuk Pulau F dan PT Jaladri untuk Pulau I mendapatkan izin pelaksanaan pada 22 Oktober 2015, sedangkan PT Pembangunan Jaya untuk reklamasi Pulau K mendapatkan izin pelaksanaan pada 17 November 2015.
Kata Ahok, pembayaran tambahan kontribusi tambahan itu ada landasannya, yakni sebuah perjanjian. Awalnya, dia mengklaim kalau perjanjian itu dibuat dengan dibentengi oleh Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995.
Namun, Ahok kembali merubah alasannya itu. Selanjutnya dia menyebut perjanjian itu buat dengan bersandar para Peraturan Gubenur tentang Koefisien Luas Bangunan. Tapi kemudian dia kembali merubah alasannya, dengan mengunakan Hak Diskresi dia selaku Kepala Daerah.
“Kaya perjanjian preman kaya gitu juga,” kata Ahok. Jadi begini, di situ ada Keppres menyebutkan, ada tiga sebetulnya. Jadi landasannya dari situ. Satu, ada tambahan kontribusi. Ada kewajiban, kalau kewajiban kan fasum fasos. Ada kontribusi lima persen. Di situ katakanlah ada kontribusi tambahan, tapi enggak jelas apa. Ya saya manfaatkan dong (untuk dibikinkan perjanjian sendiri),” tutur Ahok.
Artikel ini ditulis oleh: