Jakarta, Aktual.com – Kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) menimbulkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp 3,7 triliun.
Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) periode 2002-2004, Syafruddin Arsjad Temenggung, jadi salah satu pihak yang disebut bertanggungjawab atas kerugian negara Rp 3,7 triliun itu.
Komisi Pemberantasan Korupsi, selaku lembaga yang menangani kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI ini, mengaku akan fokus memikirkan cara untuk mengembalikan kerugian negara yang nilainya melebihi kasus e-KTP.
“Strategi asset recovery atau pemulihan kerugian negara jadi fokus kami,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Rabu (26/4).
KPK menduga, Syafruddin selaku Kepala BPPN telah menyalahgunakan jabatannya dalam penerbitan SKL BLBI untuk Syamsul Nursalim, pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Padahal, SKL BLBI itu tidak bisa diterbitkan lantaran masih adanya hutang BDNI ke negara sebesar Rp 3,7 triliun.
“Atas penerbitan SKL tersebut, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 3,7 triliun,” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (25/4).
Atas dugaan penyalahgunaan itu, Syafruddin dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayata (1) ke-1 KUHP.
Laporan: M Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid