Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kanan) didampingi Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie (kiri) memberikan keterangan pers di Kantor KemenkumHAM, Jakarta, Selasa (9/8). Dalam keterangannya Kemenkumham akan segera menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah kementerian dan institusi terkait untuk membahas standar operasional prosedur (SOP) penanganan imigran gelap. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/16.

Jakarta, Aktual.com – Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (8/2). Yasonna dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik.

“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka S (Sugiharto, PPK proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri),” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.

Lebih jelas diterangkan Febri, Yasonna diperiksa bukan dalam kapasitasnya selaku Menkum HAM, melainkan sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014. Yang dimana, saat proyek e-KTP ini politikus PDI-P diduga mengetahui alur pembahasan di DPR atau bahkan dugaan korupsi.

“Seorang saksi dipanggil karena disinyalir mengetahui, melihat, mendengar dan merasakan dugaan tindak pidana yang terjadi,” kata Febri.

Panggilan Yasonna hari ini merupakan hasil penjadwalan ulang. Dia sebetulnya telah dipanggil Jumat (3/2). Namun, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tersebut dengan alasan mengikut rapat terbatas di Istana.

Dalam penyidikan kasus e-KTP, banyak anggota DPR 2009-2014 yang hilir mudik masuk ruang pemeriksaan KPK. Sebut saja Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mantan Ketua DPR Ade Komarudin, eks Ketua Komisi II DPR Chairuma Harahap, dan masih banyak lagi.

Selain mendalami modus korupsinya, Agus Rahardjo Cs juga menelusuri dugaan aliran dana suksesi proyek e-KTP, yang ditengarai mengalir ke kocek berbagai anggota DPR. KPK meyakini, kerugian negara Rp 2,3 triliun akibat korupsi proyek e-KTP tidak hanya dinikmati oleh pihak perusahaan pelaksana proyek, tapi juga elemen lainnya, seperti pejabat Kemendagri dan anggota DPR.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu