KPK mencatat alokasi dana APBD yang tidak memihak pada kepentingan masyarakat sehingga pelayanan publik tidak dapat disajikan lebih baik karena alokasi dana yang minim.

“Di sisi lain, pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBD sudah ‘diatur’ sejak perencanaan, sehingga proses pengadaannya sendiri tidak bermakna lagi karena barang atau jasa yang dihasilkan bukanlah yang terbaik dari sisi harga maupun kualitas. Aplikasi e-planning dan atau e-budgeting menjadi sistem yang direkomendasikan KPK dalam proses penyusunan APBD,” tambah Agus.

Untuk proses pengadaan barang dan jasa, KPK mendorong diimplementasikannya sistem e-procurement yang sudah dibuat oleh LKPP, juga dengan pendirian Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang mandiri, termasuk SDM pengelola yang independen.

KPK juga mendorong penggunaan e-catalog lokal di daerah tujuannya agar proses pengadaan berjalan lebih terbuka, sehingga menghasilkan output pengadaan yang efektif dan efisien.

Terkait Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), salah satu agenda yang terus didorong dalam program ini agar diimplementasikan oleh seluruh pemerintah daerah, salah satunya adalah implementasi sistem pelayanan berbasis teknologi informasi. Selain memudahkan, PTSP juga memungkinkan masyarakat untuk memantau proses penyelesaian izin atau dokumen.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara