Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi soal pernyataan mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah pada akun youtube milik Deddy Corbuzier yang diunggah pada Sabtu (26/10).
“Dalam sebuah wawancara di channel youtube milik Deddy Corbuzier yang diunggah pada Sabtu (26/10) terdapat sejumlah informasi yang tidak benar terkait dengan KPK,” sebut KPK melalui siaran persnya yang dikutip dari laman resmi https://www.kpk.go.id pada Rabu (30/10).
KPK melihat sejumlah informasi yang disampaikan tersebut keliru bahkan dapat termasuk informasi yang mengandung kebohongan.
“Maka sebagai bagian dari tanggung jawab KPK untuk menyampaikan informasi yang benar pada masyarakat, kami perlu menyampaikan beberapa klarifikasi,” sebut KPK.
Dalam tayangan berdurasi 29 menit 11 detik itu, terdapat enam hal yang diklarifikasi lembaga antirasuah tersebut.
Pertama, pernyataan soal “banyak orang ditangkap, lalu hilang begitu saja” adalah informasi yang tidak benar.
“Tidak ada satupun pihak-pihak yang ditangkap KPK kemudian hilang, justru KPK selalu menyampaikan Informasi tentang berapa orang yang dibawa saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan dalam waktu maksimal 24 jam status hukum mereka dipastikan sehingga yang tidak terlibat dikembalikan,” tulis KPK.
KPK juga menyebut informasi penahanan dan lokasinya juga disampaikan secara terbuka melalui media massa bahkan bagi tersangka yang sudah ditahan, ada batas waktu yang jelas sampai dibawa ke pengadilan.
Sedangkan terkait penyebutan beberapa nama seperti almarhumah Siti Fadjrijah yang disebut meninggal dalam keadaan sebagai tersangka, KPK memastikan informasi tersebut tidak benar.
“Demikian juga dengan penyebutan nama ‘Emir Moeis, Dirut Garuda’. Emir Moeis adalah anggota DPR RI dari Fraksi PDIP yang diproses KPK dalam kasus suap terkait pembangunan PLTU Tarahan di Lampung. Ia telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor pada April 2014 lalu karena terbukti menerima suap 357 ribu dolar AS dari sebuah perusahaan di Amerika Serikat dan Jepang,” kata KPK.
KPK menyebut jika yang dimaksud adalah mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar, justru saat ini yang bersangkutan telah ditahan KPK sejak Agustus 2019 lalu dan dalam batas waktu maksimal 120 hari penahanan kasus ini akan dibawa ke pengadilan.
“Dalam perkara ini diduga sejumlah pihak termasuk tersangka menerima uang dalam berbagai mata uang dengan nilai sekitar Rp100 miliar terkait pengadaan pesawat, mesin pesawat dan perawatan pesawat untuk Garuda Indonesia dan anak perusahaannya,” sebut KPK.
Sementara terkait kasus dengan tersangka RJ Lino, KPK menyatakan prosesnya saat ini masih dalam tahap penyidikan karena sejumlah kasus memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena korupsi yang bersifat lintas negara.
Kedua, klarifikasi soal KPK bisa mengatur menteri yang dipilih Presiden.
“Pada periode yang pertama, Presiden Joko Widodo meminta pertimbangan kepada KPK terkait rekam jejak calon menteri yang akan membantunya di kabinet. Namun, KPK tidak punya kewenangan untuk menentukan siapa menjadi menteri apa, seperti yang kita ketahui memilih menteri adalah prerogatif Presiden,” kata KPK.
Hal itu, lanjut KPK, bisa dibandingkan dengan pemilihan menteri untuk Kabinet Indonesia Maju untuk periode kedua Presiden Joko Widodo karena KPK tidak dimintakan pertimbangan atau pendapat, maka KPK tidak menyampaikan informasi tentang latar belakang calon menteri tersebut.
“KPK tentu juga wajib menghormati hak prerogatif Presiden dalam memilih menteri,” sebut KPK.
Ketiga, KPK mengklarifikasi soal “tebang pilih” dalam mengusut kasus
“Isu ini sering muncul dari politikus ataupun pihak yang terkait dengan pelaku korupsi. Dalam beberapa kegiatan pertanyaan ini juga mengemuka,” ucap KPK.
KPK pun memastikan praktik tebang pilih tidak benar karena penanganan perkara semata dilakukan berdasarkan bukti yang cukup.
“Kami tidak boleh menangani perkara karena aspek pribadi seperti rasa tidak suka dengan seseorang yang misal mengkritik dan menuduh KPK secara terus menerus ataupun penanganan perkara berdasarkan afiliasi politik ataupun faktor lain,” sebut KPK.
Keempat, KPK mengklarifikasi soal menggaji pegawai seenaknya dan menjual aset sitaan yang hasil penjualannya kemudian dikelola sendiri.
“Penggajian pegawai KPK diatur melalui Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK. Dalam pasal itu disebutkan bahwa kompensasi yang diterima oleh pegawai KPK meliputi gaji, tunjangan dan insentif berdasarkan prestasi kerja tertentu,” sebut KPK
KPK menerapkan “single salary system” yang melarang pegawai menerima penghasilan lain selain gaji di KPK sehingga jika dikatakan KPK menggaji pegawai seenaknya tentu tidak benar.
“Karena dasar hukum yang digunakan adalah dasar hukum yang sah di Peraturan Pemerintah yang diterbitkan oleh Presiden, uang yang dikeluarkan berasal dari pengelolaan Kementerian Keuangan dan setiap tahun selalu diaudit oleh BPK RI,” tulis KPK.
Kelima, KPK mengklarifikasi bahwa di dalam KPK ada sistem seperti partai yang bernama Wadah Pegawai.
“Keberadaan Wadah Pegawai KPK tercantum dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005. Dalam pasal tersebut tertera Wadah Pegawai dibentuk untuk menjamin hubungan kepegawaian yang serasi dan bertanggung jawab antar pegawai dan antara pegawai dengan komisi,” sebut KPK.
KPK pun menyatakan bahwa Wadah Pegawai dibentuk untuk menampung dan menyampaikan aspirasi kepada pimpinan komisi. Pegawai pun berada dalam “system egaliter” yang ditujukan sebagai upaya “check and balance” di KPK.
Keenam, KPK mengklarifikasi terkait mengancam lembaga yang mengawasinya.
“Informasi ini tentu juga tidak benar. Bagaimana mungkin KPK mengancam instansi lain yang mengawasi KPK. KPK sangat menghormati BPK RI atau bahkan DPR RI yang sangat intens melakukan pengawasan terhadap KPK. Kalaupun ada pelaku korupsi di instansi lain, tentu KPK juga wajib menanganinya sepanjang ada bukti yang kuat,” tulis KPK.
KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari intervensi kekuasaan manapun.
“Namun, sesuai UU No 30 tahun 2002, KPK menyampaikan laporan tahunan pada Presiden, DPR, BPK, dan tentunya masyarakat Indonesia,” kata KPK.
KPK pun meyakini dengan penjelasan tersebut, masyarakat bisa memahami mana informasi yang benar dan tidak mudah diperdaya dengan informasi bohong dan tidak akurat.
“KPK mengajak masyarakat untuk tidak meneruskan informasi palsu agar keterbukaan informasi tidak dikotori hoaks. Hal ini juga dapat membantu menjaga pemberantasan korupsi dari penyesatan informasi baik yang disengaja atau tidak,” jelas KPK.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan