Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melimpahkan proses penyidikan Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan ke tahap penuntutan, terkait korupsi penerimaan hadiah proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun Anggaran 2016.
“Hari ini, dilakukan pelimpahan barang bukti dan tersangka Rudi Erawan, Bupati Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara Periode 2016 – 2021 dalam tindak pidana korupsi menerima hadiah terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016 ke penuntutan atau tahap dua,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (25/5).
Febri menyatakan sidang terhadap Rudi Erawan direncanakan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sejak ditetapkan sebagai tersangka, kata dia, 27 saksi telah diperiksa untuk tersangka Rudi Erawan.
“Yang bersangkutan juga telah empat kali diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka pada 2 dan 5 Maret 2018, 11 April 2018 dan 3 dan 11 Mei 2018,” ungkap Febri.
Adapun unsur saksi terdiri dari Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX, Maluku dan Maluku Utara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kepala Biro Kepegawaian Kementerian PUPR,a nggota DPR RI, Ketua DPRD Provinsi Maluku 2014-2019, Direktur CV Putra Mandiri, dan unsur swasta lainnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Rudi Erawan sebagai tersangka pada 31 Januari 2018 lalu. Saat ini, Rudi Erawan ditahan di Rutan Klas 1 Jakarta Timur Cabang KPK.
Dalam kasus itu, Rudi Erawan juga diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Atas perbuatannya itu, Rudi Erawan disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 12B atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus itu, Rudi Erawan juga diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Atas perbuatannya itu, Rudi Erawan disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 12B atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Rudi Erawan merupakan tersangka ke-11 dalam kasus tersebut.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 10 orang lainnya sebagai tersangka terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.
Sepuluh tersangka itu antara lain Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary, komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng, Julia Prasetyarini dari unsur swasta, Dessy A Edwin sebagai ibu rumah tangga serta lima anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainudin, dan Yudi Widiana Adia.
Mereka telah divonis di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupaka keterangan saksi, surat, dan barang elektronik bahwa tersangka Amran Hi Mustary selama menjabat Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara beberapa kali telah menerima sejumlah uang dari tersangka Abdul Khoir dan berbagai kontraktor lainnya.
Sebagian uang tersebut kemudian diberikan oleh Amran Hi Mustary kepada Rudi Erawan. Diduga Rudi Erawan menerima total sekitar Rp6,3 miliar.
Perkara ini bermula dari tertangkap tangannya anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti bersama-sama tiga orang lainnya, yaitu Julia Prasetyarini, Dessy A Edwin, dan Abdul Khoir di Jakarta pada Januari 2016.
Saat itu, penyidik mengamankan uang 33 ribu dolar Singapura dari tangan Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin. Uang tersebut merupakan bagian dari suap yang diberikan kepada anggota DPR RI untuk mengamankan proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: