Jakarta, Aktual.co — Komisi Pemberantasan Korupsi dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bekerja sama untuk menghemat pengeluaran dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah periode 2015.
“Kami sepakat dengan teman-teman di LKPP akan mengawal proses e-tendering procurement,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung KPK Jakarta, Selasa (20/1).
Menurut Bambang, ada sejumlah penghematan yang dapat dihasilkan dari kerja sama dua lembaga tersebut.
“Tahun lalu, pengadaan barang dan modal di APBN ada Rp810 triliun, tahun ini meningkat menjadi Rp860 triliun. Dari Rp860 triliun itu ternyata hanya Rp280 triliun yang masuk dalam sistem ‘procurement’ (pengadaan), dari Rp280 triliun itu yang sampai selesai masuknya hanya Rp184 triliun, jadi tidak sampai seperlima dari anggaran,” ungkap Bambang.
Artinya bila pada APBN 2015, ada Rp860 triliun untuk pengadan barang dan modal maka perlu ada sistem untuk mengontrol pengeluaran tersebut.
“Kalau ada peningkatan Rp860 triliun dan melalui e-tendering maka kemudian diusulkan seluruh kementerian dan pemerintah daerah yang pagu anggarannya berkaitan dengan pengadaan barang dan modal sesungguhnya diwajibkan melalui sistem ‘procurement’ karena dapat dihemat kira-kira Rp15 triliun atau bisa menghemat sekitar 10 persen, apalagi kalau sistemnya betul-betul dikontrol sehingga efisiensi potensi kerugian negara yang lebih besar,” jelas Bambang.
Target dari e-purchasing tersebut menurut Bambang mencapai 25 persen.
“Tahun lalu di pengadaan buku dengan sentralisasi dan bisa menghemat hampir 25 persen dari seluruh pengadaan jadi kami meminta untuk e-procurement,” tambah Bambang.
Selain e-procurement, KPK juga mengaku akan mengawasi penyaluran dana ke desa.
“Akan ada 70 ribu desa dan setiap desa mendapat Rp1,4 miliar, jadi harus diatur pengadaan barang dan jasa di KPK bekerja sama dengan LKPP dengan mencontoh keberhasilan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) untuk menangani hal ini,” ungkap Bambang.
Ia mengaku akan mempelajari keberhasilan PNPM dalam mengkoordinasikan dana yang dibawah Menkokesra.
“Karena potensi penyalahgunaan hanya 10 persen. orang-orang PNPM bisa diaktifkan kembali,” tambah Bambang
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby

















