Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi masih ‘malu-malu’ menyatakan bahwa ada aliran dana ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang berhubungan dengan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah untuk reklamasi pantai utara Jakarta.
“Saya belum bisa katakan itu (ada aliran uang ke Pemprov DKI). Saya belum bisa katakan itu,” kata Wakil Ketua KPK Laode Syarif di kantornya, Jakarta, Selasa (5/4).
Dalam kesempatan kali ini, Laode pun kembali menegaskan bahwa suap pengesahan Raperda zonasi ini memiliki dampak negatif yang besar. Pasalnya, kasus ini menyentuh hingga ke semua lini, baik itu DPRD maupun Pemprov DKI.
Kasus ini, sambung dia, jangan dilihat dari nilai suap yang didapat KPK, tapi bagaimana konstruksi kasusnya. Bahkan, dia mengatakan bahwa ada banyak pihak yang mengetahui pola kasus ini.
“Iya yang saya maksud grand corruption itu memang karena pertama, ini adalah satu modus dimana korporasi itu mempengaruhi kebijakan publik. Dan tentu juga akibatnya besar. Akibatnya besar bagi masyarakat, bagi lingkungan. Dan objeknya juga sangat besar.”
“Jadi jangan dilihat hanya nilai suapnya yang Rp 1 miliar itu. Tetapi ini betuk grand corruption karena tentakelnya banyak.”
Diketahui, dalam kasus suap pengesahan Raperda Zonasi ini, KPK setidaknya telah menetapkan tiga orang. Mereka adalah Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Areisman Widjaja dan Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi serta Trinanda Prihantoro selaku personal assistant PT APL.
Sanusi ditengarai kuat menerima suap dari Podomoro melalui Ariesman sejumlah Rp 2 miliar. Dalam suap itu disebut pengacara Sanusi, Krisna Murti ‘ipar’ Ahok, yang bertugas menjadi penghubung antara kliennya dengan Ariesman.
Orang dekat pejabat tinggi Pemprov DKI itu kabarnnya bernama Sunny Tanuwidjaja. Dia tak lain adalah staf khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sekaligus Ipar.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu