Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa dirinya juga tidak mengenal dengan Novel Hasan yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla RI itu.

“Jadi, saya tadi pemeriksaannya tentang Nofel tetapi kan saya tidak pernah bertemu, mengenal, dan berkomunikasi dengan Novel. Saya pun kalau pun kenal sama Fahmi Al Habsyi sekarang saya tidak tahu, putus komunikasi. Tidak pernah bertemu dengan Fahmi Al Habsyi,” ujarnya.

Arif pun mengaku tidak mengetahui secara spesifik apa peran Ali Fahmi terkait pengadaan “satellite monitoring” di Bakamla RI. “Kalau detilnya saya tidak tahu tetapi saya mengetahui beliau sering berkomunikasi dengan pihak Bakamla. Kan habis bertemu dengan pihak Bakamla saya tidak tahu detilnya seperti apa,” ucap Arif.

Nofel Hasan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 12 April 2017 lalu. Nofel Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Nofel Hasan disebut menerima 104.500 dolar Singapura terkait pengadaan “satellite monitoring” senilai total Rp222,43 miliar tersebut. Sebelumnya, KPK pun memastikan Ali Fahmi masih berada di Indonesia. Ali Fahmi yang juga politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu juga tidak hadir sebagai saksi dalam persidangan kasus “satellite monitoring” di Pengadilan Tipikor di Jakarta.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara