Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf (kiri) didampingi dua Komisioner KPK Laode M. Syarif (kedua kanan), Saut Situmorang (kanan) hadir dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi XI DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/4). Rapat tersebut untuk mendengar masukan dari Kejaksaan Agung, Polri, PPATK serta KPK terkait rancangan undang-undang pengampunan pajak "Tax Amnesty". FOTO :AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta ada pengecualian dalam penerapan ‘tax amnesty’ (pengampunan pajak) terhadap dana-dana hasil kejahatan yang masih ada di luar negeri.

“Tax amnesty harus ada pengecualian bagi dana terkait kejahatan yang agak susah diterima masyarakat, misalnya untuk uang yang bertujuan untuk pembiayaan terorisme, berhubungan dengan narkoba atau ‘people smuggling’,” kata Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI di gedung parlemen, Jakarta, Selasa (26/4).

Syarif juga meminta pemerintah meyakini terlebih dulu bahwa RUU Tax Amnesty betul-betul akan menghasilkan sesuatu yang positif.

Menurut dia, Kementerian Keuangan perlu menghitung dengan benar berapa dana yang kiranya bisa ditarik ke dalam negeri dari RUU ini.

“KPK ingin mengawal RUU ini sukses asal tujuannya demi kesejahteraan bersama. Di dalam draf juga tolong ditulis secara tegas batas waktu pemberlakuan undang-undangnya,” kata dia.

Syarif memandang pengampunan pajak adalah upaya terpaksa yang dilakukan bangsa demi menarik dana yang ada di luar negeri.

Oleh karena itu, UU Pengampunan Pajak harus mengatur kewajiban bagi Dirjen Pajak untuk mereformasi lembaganya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara