Jakarta, Aktual.com —Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memperketat syarat pemberian remisi, terhadap pelaku kejahatan luar biasa, khususnya korupsi.
Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan KPK, Johan Budi SP mengatakan, karena tindakan yang dilakukan koruptor termasuk ‘extra ordinary crime’, maka perlu ada perbedaan untuk persyarat pemberian remisi.
“Khusus untuk pelaku kejahatan yang termasuk ‘ekstra ordinary crime’ seperti terorisme, kemudian narkoba termasuk korupsi menurut saya perlu diperketat sayarat-syaratnya untuk diberikan remisi. Jangan disamakan dengan pelaku tindak pidana lain,” pinta Johan, di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/8).
Perbedaan syarat remisi kepada pelaku kejahatan luar biasa, sambung Johan, dilakukan dengan tujuan memberikan efek jera. Namun demikian, mantan juru bicara KPK itu pun mengerti, jika saran yang dikemukakan itu, sepenuhnya kewenangan Kemenkum HAM.
“Memang dalam Undang-Undang dimungkinkan seorang napi diberikan remisi dan itu domain wewenang ada di Kemenkum HAM. Krena apabila semua dapat remisi tanpa memperketat persyaratan itu, apabila diberikan itu dampak jera kepada korupsi agak berkurang,” pungkasnya.
Seperti diwartakan sebelumnya, di hari kemerdekaan Indonesia yang ke-70 ini, Kemenkum HAM memberikan remisi umum serta remisi dasawarsa kepada ribuan napi. Bahkan, terdapat 5.681 narapidana yang langsung bisa menghirup udara bebas.
Dari total 5.681 napi yang bebas pada hari kemerdekaan ini, 2.931 orang bebas karena mendapat Remisi Dasawarsa (RD II) dan 2.750 orang lainnya, bebas lantaran Remisi Umum (RU II). Menurut Yasonna, ini merupakan cara negara membagi kebahagian kepada mereka yang ada di dalam tahanan.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid