Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku telah memiliki data lengkap pengadaan tanah RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, hingga kini kasus tersebut belum naik ke tahap penyidikan.
Wakil Ketua KPK Laode Syarif mengatakan bahwa pihaknya mengantongi banyak data. Termasuk soal aliran uang setelah adanya pembayaran peralihan lahan RS Sumber Waras.
“Semuanya diperiksa. Jadi nggak perlu kita dengar kan dari siapa saja. Kami lengkap (datanya),” ujar Syarif saat diwawancara di gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/4).
Laode memastikan, KPK bekerja sesuai fakta dalam mendalami tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah tersebut. Terlebih, KPK sudah mengantongi audit investigasi BPK, selaku lembaga satu-satu yang berwenang mengaudit keuangan negara.
“Kami mau bekerja bersadarkan fakta dan bukti. Kalau fakta dan bukti cukup maka akan kami lanjutkan, kalau nggak cukup maka kami tidak akan lanjutkan.”
Dalam waktu dekat ini, pihaknya akan segera mengumumkan apa hasil dari penyelidikan kasus yang diduga merugikan keuangan negara ratusan miliar itu. “Hasilnya akan diumumkan.”
Dalam penanganan kasus pengadaan tanah RS Sumber Waras ini, semua pihak nampaknya sudah dimintai keterangan oleh KPK. Pada Selasa (12/4) lembaga antirasuah meminta keterangan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Setidaknya terdapat kecacatan menurut BPK yakni pembelian lahan seluas 3,64 hektar itu merugikan keuangan negara sebesar Rp191 miliar karena membandingkan pada tawaran PT Ciputra Karya Utama ke tahan itu setahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 564 miliar. Namun Ahok menilai bahwa tawaran PT Ciputra tersebut terjadi ketika nilai jual obyek pajak belum naik pada 2013. Pada 2014, NJOP naik 200 persen.
Kedua adalah mengenai NJOP yang keliru. Menurut BPK harusnya basis pembelian adalah NJOP memakai Jalan Tomang Utara (sebagai lahan baru yang dibeli pemerintah provinsi DKI Jakarta) yaitu Rp7 juta per meter persegi, bukan Jalan Kyai Tapa sebesar Rp20 juta yang saat ini menjadi lokasi RS Sumber Waras.
Perbedaan ketiga adalah tidak adanya kajian pembelian RS Sumber Waras. Menurut BPK, pemprov DKI terburu-buru membeli lahan itu padahal lokasinya tidak strategis, belum siap bangun, langganan banjir dan tidak mudah diakses.
Keempat, BPK menilai pemprov DKI menunjuk langsung lokasi RS Sumber Waras. Kelima, BPK mengungkapkan bahwa transaksi pembelian tanah antara Yayasan Sumber Waras dan DKI terjadi saat Yayasan masih terikat Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli tanah yang sama dengan PT Ciputra Karya Utama.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu