Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah mengantongi nama-nama Ketua Fraksi DPR periode 2009-2014 penerima aliran uang proyek e-KTP.
“Dugaan jatah pada pihak-pihak tertentu itu sudah kita dapatkan sejak penyidikan,” ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/2).
Pernyataan Febri tersebut berangkat dari pengakuan mantan Bendum Partai Demokrat, M Nazaruddin. Saat menjadi saksi disidang lanjutan terdakwa Setya Novanto, Nazar memastikan adanya aliran uang ke para Ketua Fraksi DPR.
Febri melanjutkan, para penerima aliran uang e-KTP tersebut pun sudah pernah diuraikan KPK dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan itu disebutkan bahwa proyek KTP-el dikuasai oleh tiga partai yakni PDIP, Partai Golkar dan Partai Demokrat.
Tak hanya itu dalam dakwaan tersebut disebut bahwa PDIP menerima sebesar Rp80 miliar, Partai Golkar senilai Rp150 miliar dan Partai Demokrat sebanyak Rp150 miliar. Sedangkan, saat pembahasan proyek ini bergulir Ketua Fraksi PDIP dijabat oleh Puan Maharani, Partai Golkar dijabat Setya Novanto dan Ketua Fraksi Partai Demokrat dijabat oleh Anas Urbaningrum namun dipertengahan jalan digantikam oleh Jafar Hafsah.
“Sudah kita uraikan di dakwaan tapi kita kan perlu membedakan antara misalnya dalam satu pertemuan pihak-pihak tertentu dikatakan ada rencana jatah atau lokasi untuk orang-orang tertentu itu kita uraikan sebagai bentuk pembuktian ada indikasi persekongkolan sejak proses pembahasan anggaran ataupun proses pengadaannya,” ujar dia.
Meski telah diuraikan dalam dakwaan, KPK tetap harus berhati-hati dalam menjerat pihak yang diduga ikut terlibat. Menurut Febri, pihaknya perlu waktu untuk membuktikan semua keterlibatan pihak-pihak tersebut.
Dalam perjalanan kasus ini, KPK sendiri belum pernah memeriksa Ketua Fraksi PDIP Puan Maharani. Sedangkan, Setya Novanto dan Jafar Hafsah sudah pernah masuk ruang penyidikan. Bahkan, Setya Novanto sudah jadi pesakitan dalam kasus korupsi yang merugikan uang negara hingga Rp2,3 triliun tersebut.
“Apakah orang-orang tersebut akhirnya menerima sejumlah uang atau sejumlah fasilitas hal itu tentu perlu pembuktian lebih lanjut itulah yang sedang kita lakukan saat ini,” kata Febri.
“Ada proses yang tidak sebentar cukup panjang jadi ketika ada saksi yang mengatakan misalnya Nazaruddin mengatakan sesuatu hal itu tentu harus kita kroscek dan kita lihat kesesuaiannya dengan bukti-bukti yang lain poin pentingnya,” pungkas
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby