Juru Bicara KPK Tessa Mahardika. ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat.

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 12 orang saksi untuk mendalami proses lelang dan pemeriksaan gedung Tempat Evakuasi Sementara (TES) atau shelter tsunami di kawasan Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.

“Penyidik mendalami proses lelang dan proses pengecekan serah terima shelter tsunami,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/8).

Para saksi tersebut yakni PPK Pembangunan Shelter Tsunami NTB Aprialely Nirmala, Konsultan Manajemen Konstruksi Djoni Ismanto, Widya Pranoto, dan Sukismoyo.

Selanjutnya, Ketua Pokja Djumali, Sekretaris Pokja Andria Hidayati, Anggota Pokja Irham, Anggota Pokja dan Sekretaris PPHP Isnaedi Jamhari, Ketua PPHP Yayan Supriyatna, Anggota PPHP, Suharto, Sahabudin dan Kusmalahadi Syamsuri.

KPK pada Senin, 8 Juli 2024 mengumumkan dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES)/Shelter Tsunami oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2014.

KPK juga telah menetapkan dua tersangka. Meskipun belum menyebut identitas lengkap keduanya, KPK mengungkapkan bahwa tersangka merupakan penyelenggara negara dan pelaksana proyek dari kalangan BUMN.

Kerugian keuangan negara yang muncul dari penyidikan ini mencapai Rp19 miliar. Angka kerugian itu diumumkan KPK bersama dengan adanya penetapan tersangka.

Pekerjaan proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara ini berada di bawah Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Proyek dikerjakan pada bulan Agustus 2014 oleh kontraktor dengan anggaran Rp21 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Proyek gedung dengan perencanaan dapat menampung 3.000 orang tersebut terungkap sempat masuk ke Polda NTB sampai tahap penyelidikan pada tahun 2015.

Pada tahapan tersebut, kepolisian juga melakukan pengecekan bersama ahli konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Dari hasil penyelidikan, Polda NTB pada tahun 2016 melakukan gelar perkara dan menyatakan tidak melanjutkan proses hukum dari dugaan korupsi yang muncul dalam pekerjaan proyek tersebut.

Selanjutnya, pada bulan Juli 2017, tercatat PUPR menyerahkan hasil pekerjaan gedung evakuasi sementara itu ke Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.

Sekitar 1 tahun setelah penyerahan pekerjaan, terjadi bencana gempa bumi di Pulau Lombok. Gedung tersebut turut terkena dampak kerusakan yang cukup parah.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan