Anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo. Aktual/DOK KPK

Jakarta, aktual.com –Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi, Elvizar, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (27/8/2025). Selain Elvizar, penyidik juga memanggil dua saksi lain, yakni karyawan swasta Budy Setyawan dan Direktur BRI Life, Aris Hartanto.

“Dirut PT Pasifik Cipta Solusi Elvizar, Karyawan Swasta Budy Setyawan, dan Direktur BRI Life Aris Hartanto,” kata Budi dalam keterangan tertulis. Meski demikian, Budi belum memastikan kehadiran Elvizar dalam pemeriksaan hari ini.

Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Selain Elvizar, turut ditetapkan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto, Direktur Digital Teknologi Informasi dan Operasi BRI Indra Utoyo, SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI Dedi Sunardi, serta Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi (BRI IT) Rudy Suprayudi Kartadidjaja.

Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan modus korupsi dijalankan melalui dua skema, yakni pembelian dan penyewaan mesin EDC sejak 2019 hingga 2024. Total pengadaan mencapai 346.838 unit dengan nilai Rp942,7 miliar, sementara skema sewa 200.067 unit bernilai Rp634,2 miliar.

“Ini yang tidak boleh, ketemu dengan calon penyedia barang, saudara EL, kemudian sudah ditunjuk, disepakati yang nanti akan melaksanakan atau menjadi penyedianya,” ujar Asep.

Asep membeberkan, proses pengujian kelayakan produk EDC juga penuh rekayasa. Vendor lain tidak mendapat kesempatan ikut serta sehingga Elvizar bisa dipastikan sebagai pemenang.

Selain itu, KPK menemukan adanya aliran uang dan gratifikasi berupa barang mewah kepada pejabat BRI. Catur Budi Harto disebut menerima uang Rp525 juta, dua ekor kuda, dan sepeda merek Cannondale senilai Rp60 juta dari Elvizar. Sementara Rudy Suprayudi tercatat menerima Rp19,72 miliar sepanjang 2000–2004.

Kerugian negara akibat praktik rasuah ini ditaksir mencapai Rp744,54 miliar berdasarkan metode real cost.

“Kerugian keuangan negara yang dihitung sekurang-kurangnya sebesar Rp744.540.374.314,” tegas Asep.

Kasus dengan bobot anggaran Rp2,1 triliun ini kini memasuki tahap pemeriksaan intensif, dan KPK menegaskan akan terus mengembangkan penyidikan guna menjerat pihak lain yang terlibat.