Tersangka kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023).

Jakarta, Aktual.com – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan enam saksi terkait kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) di Kementerian Pertanian (Kementan) dengan tersangka Syahrul Yasin Limpo (SYL).

“Hari ini (29/11) di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dalam keterangan resminya di Jakarta pada Rabu (29/11).

Ali menyebutkan bahwa keenam saksi tersebut terdiri dari pejabat dan mantan pejabat di lingkungan Kementerian Pertanian, serta pihak swasta. Mereka adalah Nasrullah (Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan), Arief Sofyan (ASN Kementan, Fungsional Barang/Jasa Madya, Koordinator Subtansi Rumah Tangga), Gempur (Sub Koordinator Pemeliharaan Biro Umum dan Pengadaan Kementerian Pertanian Tahun 2020 s.d. 2021), Isa Anshori (Direktur PT. Eco Agro Mandiri), Andi Kurniawan (Swasta), dan Fiqih Rizky Syaifulloh (Swasta).

Sebelumnya, pada 13 Oktober 2023, KPK secara resmi menahan SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kementerian tersebut.

Kasus tersebut bermula ketika SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian pada periode 2019-2024. Selama kepemimpinannya, SYL diduga melakukan kebijakan pribadi, termasuk melakukan pungutan dan menerima setoran dari aparatur sipil negara (ASN) Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya.

Pungutan dan setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 hingga 2023. SYL memerintahkan Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono (KS), dan Muhammad Hatta untuk melakukan penarikan uang dari unit eselon I dan II dalam bentuk tunai, transfer rekening bank, serta pemberian barang dan jasa.

Di bawah arahan SYL, Kasdi dan Hatta memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, termasuk direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I. Besaran nilai uang yang ditentukan SYL berkisar antara 4.000 hingga 10.000 dolar AS. Penerimaan uang dilakukan secara rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

KPK mencatat bahwa jumlah uang yang dinikmati SYL bersama dengan KS dan MH, sebagai bukti permulaan, mencapai sekitar Rp13,9 miliar. Meskipun demikian, tim penyidik KPK terus melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap jumlah pastinya.

Para tersangka dijerat dengan dakwaan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, tersangka SYL juga dijerat dengan Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan