Jakarta, aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Direktur Digital & Teknologi Informasi salah satu bank badan usaha milik negara (BUMN), Indra Utoyo, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) periode 2020–2025.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, Indra yang telah berstatus sebagai tersangka diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diklarifikasi dalam rangka penghitungan kerugian negara.
“Terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan mesin EDC di BRI tersebut guna dilakukan klarifikasi oleh BPK untuk kebutuhan proses hitung kerugian negaranya,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Senin (29/12/2025).
Selain Indra, penyidik KPK juga memeriksa tiga saksi lainnya, yakni Sofyan Yusuf, Teddy Riyanto, dan Pudja Unggul Kartiman, yang dimintai keterangan terkait perkara yang sama.
Diketahui, Indra Utoyo sebelumnya mengajukan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka. Namun, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Abdullah Mahrus menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Indra, yang juga merupakan mantan Direktur Utama Allo Bank.
Hakim menilai seluruh petitum yang diajukan pemohon, termasuk terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka, dugaan kurangnya dua alat bukti, hingga permohonan pembukaan blokir rekening, tidak beralasan hukum dan harus ditolak seluruhnya.
Dengan demikian, hakim menyatakan proses penyidikan dan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Indra Utoyo tetap sah secara hukum.
Dalam perkara ini, Indra Utoyo ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lainnya, yakni mantan Wakil Direktur salah satu bank BUMN Catur Budi Harto, eks SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan Dedi Sunardi, Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi Elvizar, serta Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi Rudy Suprayudi Kartadidjaja.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, hingga saat ini kelima orang tersebut belum ditahan oleh KPK. Mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 serta Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK memperkirakan kerugian negara mencapai Rp744 miliar dari nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut. Dalam penyidikan perkara ini, KPK juga telah menyita uang senilai Rp10 miliar sebagai bagian dari upaya pemulihan aset negara.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano

















